Halaman

Kamis

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X3 SMA NEGERI I PANGKALAN KERINCI DENGAN MENERAPKAN METODE PENEMUAN TERBIMBING



PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA
SISWA KELAS X3 SMA NEGERI I PANGKALAN KERINCI
DENGAN MENERAPKAN METODE PENEMUAN TERBIMBING
Risnita
Guru Matematika SMA Negeri I Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan
The activity of learning mathematics in the classroom often became boring for students. The students confuse how do they can do to get the answer for every problem of math. The student more hope to the teacher to give them solution than they can have understanding. If that’s condition be let for a long time, the students willnot can to learn by the activity which relevan with learning mathematics. More than, the teacher must be have a method to make increase the student’s activity. One of solution for that is discovery method. 
Kata Kunci : Aktivitas, Pembelajaran Matematika


Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat universal dan memegang peranan sangat penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Besarnya peranan matematika karena matematika bersifat logis, rasional dan eksak sehingga dapat menunjang perkembangan ilmu-ilmu lain.
Untuk mencapai tujuan matematika di atas harus ada dukungan dan kerjasama antara guru dan siswa. Guru harus selalu menciptakan proses pembelajaran yang mampu membuat siswa aktif dalam belajar dengan menerapkan metode pembelajaran yang sesuai. Siswa harus aktif dalam pembelajaran sehingga interaksi guru dan siswa dapat terjalin dengan baik. Namun kenyataan yang ditemui di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Pangkalan Kerinci Khususnya di kelas X3 aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran matematika masih rendah.
Berdasarkan pengalaman mengajar matematika di SMAN 1 Pangkalan Kerinci, siswa masih cenderung pasif, karena lebih banyak tergantung pada apa yang diperintahkan oleh guru. Rendahnya aktivitas belajar siswa pada pelajaran matematika, menjadi salah satu penyebab rendahnya hasil belajar siswa. Salah satu materi yang banyak menggunakan rumus-rumus adalah pokok bahasan trigonometri. Siswa masih banyak yang belum mampu menyelesaikan berbagai macam soal trigonometri dengan alasan terlalu banyak materi trigonometri yang harus dipahami.
Usaha yang telah dilakukan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa adalah dengan memberikan tugas meringkas pokok bahasan dan mendiskusikannya, memberikan nilai tambahan pada siswa yang bertanya atau memberikan komentar atas pertanyaan dari guru. Upaya lainnya yaitu membagi siswa dalam beberapa kelompok agar siswa dapat berdiskusi, saling bertukar fikiran dalam menyelesaikan masalah. Namun upaya yang penulis lakukan belum mampu meningkatkan aktivitas.
Guru sebagai salah satu kunci utama dalam memajukan pendidikan seharusnya tak boleh berputus asa mencari solusi terhadap masalah tersebut. Guru harus tetap mencari  metode pembelajaran yang mampu menarik minat belajar siswa. Proses pembelajaran harus lebih menarik perhatian siswa. Perhatian yang tertuju pada pelajaran akan  berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa termasuk pada pembelajaran matematika. Salah satu alternatif metode pembelajaran yang dapat digunakan yakni metode penemuan terbimbing. Di samping dapat mengembangkan kemampuan kognitif siswa, metode ini juga dapat menumbuhkan aktivitas interaksi siswa baik dengan guru maupun antar siswa.
Salah satu metode yang baik untuk pembelajaran matematika adalah metode penemuan terbimbing. Marzano dalam Markaban (2006:16) menyatakan bahwa metode penemuan terbimbing memiliki kelebihan di antaranya yaitu (1) Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan. (2) Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap menemukan (mencari-temukan). (3) Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru, dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Berdasarkan hal tersebut, guna meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa, penulis tertarik untuk menerapkan dan melakukan penelitian tentang metode penemuan terbimbing pada proses pembelajaran matematika pokok bahasan trigonometri.
            Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X3 SMAN I Pangkalan Kerinci pada materi trigonometri. AdapunTujuan penelitian ini untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas X3 SMAN I Pangkalan Kerinci pada materi trigonometri dengan penerapan metode penemuan terbimbi
  Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat. (1) Untuk guru, sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika melalui penerapan metode penemuan terbimbing. (2) Untuk siswa, agar dapat meningkatkan semangat untuk belajar dengan adanya pembelajaran yang lebih beraneka ragam, sehingga aktivitas dan hasil belajar siswa meningkat. (3) Untuk sekolah, memberi sumbangan bagi sekolah dalam rangka upaya perbaikan proses pembelajaran secara menyeluruh sehingga aktivitas dan hasil belajar para siswa akan lebih meningkat. (4) Untuk peneliti, untuk meningkatkan profesionalisme sebagai guru dan menambah pengetahuan tentang pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas.
 Aktivitas Belajar Siswa
Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting dalam interaksi guru dan siswa selama pembelajaran. Sebagai rasionalitasnya, hal ini juga mendapat pengakuan dari berbagai ahli pendidikan.
Frobel dalam Sardiman (2010:96) mengatakan bahwa secara alami siswa memang ada dorongan untuk menciptakan. Siswa adalah suatu organisme yang berkembang dari dalam. Prinsip utama yang dikemukakan Frobel bahwa peserta didik harus bekerja sendiri. Untuk memberikan motivasi, maka dipopulerkan suatu semboyan ‘’berpikir dan berbuat’’. Begitu juga dalam belajar sudah tentu tidak mungkin meninggalkan dua kegiatan itu, berpikir dan berbuat.
Montessori dalam Sardiman (2010:96) menegaskan bahwa anak-anak memiliki tenaga untuk berkembang sendiri, membentuk sendiri. Guru akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan anak-anak didiknya. Pernyataan Montessori ini memberikan petunjuk bahwa yang telah banyak melakukan aktivitas dalam pembentukan diri adalah siswa itu sendiri, sedangkan pendidik memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang diperbuat oleh siswa.
Menurut Syaiful (2000:84), aktivitas belajar siswa sebagai berikut. (1) Siswa belajar secara individual untuk menerapkan konsep, prinsip dan generalisasi. (2) Siswa belajar dalam bentuk kelompok untuk memecah masalah.  (3) Setiap siswa berpartisipasi dalam melaksanakan tugas belajarnya melalui berbagai cara. (4) Siswa berani mengajukan pendapat. (5) Ada aktivitas belajar analisis, sintesis, penilaian dan kesimpulan. (6) Antar siswa terjalin hubungan sosial dalam melaksanakan kegiatan belajar. (7) Setiap siswa bisa mengomentari dan memberikan tanggapan terhadap pendapat siswa lainnya. (8) Setiap siswa berkesempatan menggunakan berbagai sumber belajar yang tersedia. (9) Setiap siswa berupaya menilai hasil belajar yang dicapainya. (10) Ada upaya dari siswa untuk bertanya kepada guru dan meminta pendapat guru dalam upaya kegiatan belajarnya.
Berdasarkan jenis aktivitas belajar yang dipaparkan di atas, pada penelitian ini, aktivitas yang diamati sebagai berikut. (1) Tanya jawab antar siswa dan antara siswa dengan guru. (2) Mengerjakan dan mendiskusikan LKS yang diberikan dalam kelompok. (3)  Mempraktekkan langkah-langkah metode penemuan terbimbing sesuai petunjuk dalam LKS. (4) Menyajikan hasil kerja kelompok di depan kelas. (5) Mengemukakan pendapat dalam diskusi dengan kelompok lain. (6) Menyimpulkan materi pelajaran bersama-sama dengan guru.
 Pembelajaran Matematika
       Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dengan proses pembelajaran diharapkan potensi siswa berkembang secara optimal sehingga mampu menghadapi perubahan dan tantangan zaman. Untuk menghadapi tantangan tersebut siswa harus memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan kreatif. Cara berpikir dan kemampuan seperti itu dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika. Chaidir (dalam Muliyardi, 2003) menyatakan bahwa pembelajaran matematika adalah upaya membantu siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep dan prinsip itu terbangun kembali.
Pembelajaran matematika merupakan suatu proses yang mengandung dua jenis kegiatan yang tidak terpisahkan, yaitu belajar dan mengajar. Kedua aspek ini akan berpadu menjadi suatu kegiatan pada saat terjadi interaksi antara siswa dengan guru, antara sesama siswa di saat berlangsungnya pembelajaran matematika. Dalam proses belajar mengajar, beberapa komponen yang bersama-sama mewujudkan proses tersebut sebagai berikut. (1) Prosedur didaktik yaitu kegiatan-kegiatan tenaga pengajar dalam mengelola proses belajar mengajar di dalam kelas. (2) Media pengajaran yang dapat diartikan sebagai setiap orang, materi atau peristiwa yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. (3) Pengelompokan siswa yang merupakan sejumlah siswa bekerja atau belajar bersama di bawah pimpinan guru yang menjadi organisator atau pendamping. (4) Materi pelajaran adalah sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan instruksional (Winkel, 1991:177 ).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dimulai dari pemilihan materi pelajaran, pengelompokan siswa, prosedur didaktik dan penggunaan media pembelajaran matematika.
Trigonometri
Salah satu materi dalam pelajaran matematika di jenjang sekolah menengah atas pada semester genap adalah Trigonometri. Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (2006), kegiatan pembelajaran trigonometri sebagai berikut. (1) Mengidentifikasi permasalahan dalam perhitungan sisi atau sudut pada segitiga.  (2) Merumuskan aturan sinus dan cosinus. (3) Menggunakan aturan sinus dan cosinus untuk menyelesaikan  soal perhitungan sisi atau sudut segitiga. (4) Mengidentifikasi permasalahan dalam perhitungan   luas segitiga dengan sinus salah satu sudut segitiga. (5) Menurunkan rumus luas segitiga. (6) Menggunakan rumus luas segitiga untuk menyelesaikan soal.
Metode Penemuan Terbimbing
Metode penemuan yang dipandu oleh guru ini pertama kali dikenalkan oleh Plato dalam suatu dialog antara Socrates dan seorang anak, maka sering disebut juga dengan metoda Socratic  dalam Cooney Davis dalam Markaban (2006:10). Metode ini melibatkan suatu dialog/interaksi antara siswa dan guru di mana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru. Salah satu buku yang pertama menggunakan teknik penemuan terbimbing adalah tentang Aritmatika oleh Warren Colburn yang pelajaran pertamanya berjudul : Intellectual Arithmatic upon the Inductive Method of Instruction, diterbitkan pada tahun 1821, yang isinya menekankan penggunaan suatu urutan pertanyaan dalam mengembangkan konsep dan  prinsip matematika. Ini menirukan metode Socratic dimana Socrates dengan pertolongan pertanyaan yang ia tanyakan dimungkinkan siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Herman (2001:143) menjelaskan bahwa metode penemuan terbimbing adalah suatu cara penyampaian topik-topik matematika sedemikian sehingga proses belajar mengajar memungkinkan siswa menemukan sendiri pola-pola atau struktur matematika melalui serentetan pengalaman-pengalaman yang lampau di bawah bimbingan guru.
 Salah satu  instrumen yang penting dalam pelaksanaannya adalah Lembar Kerja Siswa (LKS). Lembar kerja siswa (LKS) merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang digunakan dalam membantu guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas. LKS berisi petunjuk-petunjuk dan kegiatan yang akan dikerjakan siswa dalam menemukan konsep, teorema dan prinsip-prinsip yang disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Instrumen lain yang tak kalah pentingnya adalah Lembaran observasi, dimana dengan lembaran observasi itu guru dapat mencatat dan mengukur keaktivan siswa dalam Pembelajaran.
Untuk menghindari kegagalan dalam proses penemuan dan memaksimalkan kegiatan siswa dan guru, maka pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing harus direncanakan dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut. (1) Pengetahuan prasyarat yang diperlukan sudah dimiliki siswa. (2) Aktivitas siswa untuk belajar sendiri sangat berpengaruh. (3) Peran guru dalam kegiatan penemuan hanya sebagai fasilitator. (4)  LKS sebagai sumber belajar yang dibutuhkan siswa. (5) Hasil akhir yang harus ditemukan sendiri oleh siswa.
Markaban (2006:9), menyatakan bahwa langkah-langkah penemuan terbimbing agar pelaksanaan metode penemuan terbimbing berjalan efektif, dapat dilaksanakan sebagai berikut. (1) Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pertanyaan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah. (2) Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan atau LKS. (3) Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukan. (4) Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga menuju arah yang hendak dicapai. (5) Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya. Di samping itu perlu diingatkan pula bahwa induksi tidak menjamin 100% kebenaran konjektur. (6) Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.
 Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode penemuan terbimbing merupakan pembelajaran yang dimulai dari perumusan masalah, kemudian siswa dilibatkan secara aktif menyusun, memproses dan mengorganisir serta menganalisis dari data yang diberikan.


 Hipotesis Tindakan
            Hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah sebagai berikutAktivitas belajar siswa kelas X3 SMAN 1 Pangkalan Kerinci meningkat dengan menerapkan metode penemuan terbimbing”.


METODOLOGI
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK), karena merupakan penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas proses dan hasil belajar siswa.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X3 SMAN 1 Pangkalan Kerinci Tahun Pelajaran 2010/2011. Jumlah siswa  terdiri dari perempuan sebanyak 23 orang dan laki-laki 9 orang siswa.  anakan di kelas X3 SMAN 1 Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan Propinsi Riau, pada semester dua tahun ajaran 2010/2011
 Prosedur Penelitian
Siklus penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan dengan rencana tindakan kegiatan yang terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Rincian rencana tindakan yang akan dilaksanakan sebagai berikut:
1.       Perencanaan
              Kegiatan yang akan dilakakukan dalam tahap perencanaan sebagai berikut.
a.    Merencanakan penyampaian kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, pemberian motivasi dan apersepsi sesuai dengan materi pembelajaran.
b.    Merencanakan pembentukan kelompok siswa.
c.    Merencanakan perumusan masalah yang akan diberikan kepada siswa.
d.    Merencanakan pembagian LKS.
e.    Merencanakan penyampaian langkah-langkah dalam proses penemuan dengan menggunakan LKS.
f.     Merancang bimbingan terhadap siswa selama proses pembelajaran untuk membantu siswa dalam menemukan pemecahan masalah yang diberikan.
g.    Merencanakan kegiatan presentasi oleh siswa
h.    Merencanakan pengambilan kesimpulan dari hasil penemuan siswa

2. Tindakan
            Kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini sebagai berikut.
a.    Guru menyampaikan kompetensi dasar, tujuan pembelajaran dan memberikan motivasi serta apersepsi dalam proses pembelajaran.
b.    Guru membentuk siswa dalam kelompok dan mengatur duduk siswa sesuai dengan pembagian kelompok.
c.    Guru merumuskan masalah yang akan dibahas oleh siswa dalam kelompok
d.    Guru membagikan LKS kepada masing-masing kelompok
e.    Guru menjelaskan langkah-langkah dalam kegiatan LKS
f.     Guru sebagai  fasilitator, mengontrol, membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan hasil pemecahan masalah. Jika ada kelompok yang mengalami kesulitan dalam pemahaman materi dan bertanya pada guru, guru berusaha mengarahkan dulu pada teman kelompoknya. Bila dalam kelompok tidak tidak diperoleh jawaban yang memuaskan, barulah guru menjawab dan meluruskan pemahaman siswa.
g.    Setelah diskusi berakhir, guru meminta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya, sementara kelompok lain menanggapi di bawah bimbingan guru.
h.    Guru mengajak siswa membuat kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajari.

3. Pengamatan
   Pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung. Pada tahap ini peneliti dibantu oleh teman sejawat  sebagai observer yang mengamati dan mencatat aktivitas siswa dengan menggunakan lembar observasi.
Lembar observasi memuat indikator-indikator yang mencerminkan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing. Indikator aktivitas yang diamati oleh observer pada penelitian  ini sebagai berikut. (a) Tanya jawab antar siswa dan antara siswa dengan guru dalam proses penemuan. (b) Mengerjakan dan mendiskusikan LKS yang diberikan dalam kelompok untuk menemukan jawaban yang benar. (c) Mempraktekkan langkah-langkah metode penemuan terbimbing sesuai dengan petunjuk dalam LKS. (d) Menyajikan hasil penemuan kelompok di depan kelas. (e) Mengemukakan pendapat dalam diskusi dengan kelompok lain. (f) Menyimpulkan materi pelajaran bersama-sama guru tentang hasil penemuan.
4. Refleksi
Refleksi merupakan tahap akhir dari suatu daur penelitian tindakan kelas. Dalam tahap ini guru sebagai peneliti dan observer mendiskusikan dan menganalisis hasil tindakan di kelas dan masalah yang terjadi selama pembelajaran berlangsung. Dalam refleksi, dicantumkan hambatan dan permasalahan yang ditemui, dugaan penyebab timbulnya hambatan dan permasalahan serta solusi yang dipilih.
 Instrumen Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data aktivitas siswa dan data hasil belajar siswa. Untuk mendapatkan data tersebut digunakan instrumen sebagai berikut.
1. Lembar Observasi Aktivitas Siswa
Observasi digunakan untuk mengukur aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Aktivitas siswa akan diamati oleh peneliti yang berperan sebagai guru.
2. Panduan Catatan Lapangan
Catatan lapangan berisi fenomena dalam kelas penelitian yang terjadi selama pembelajaran. Catatan lapangan bermanfaat sangat membantu dalam melengkapi pengumpulan informasi yang tidak teramati dalam lembar observasi. Bentuk temuan yang dicantumkan pada catatan lapangan ini berupa aktivitas siswa dan guru serta permasalahan yang dihadapi selama pembelajaran.
.
 Pengumpulan Data
            Data tentang peningkatan aktivitas belajar siswa diperoleh dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer dengan membubuhkan tanda checklist pada lembar observasi. Di samping data observasi, pada penelitian ini data juga dikumpulkan melalui catatan lapangan, yang berisikan berbagai aktivitas dan fenomena yang terjadi selama pembelajaran.  Data aktivitas siswa yang direkapitulasi dari hasil pengamatan observer, dianalisis dengan cara sebagai berikut.
Persentase aktivitas siswa (P) = 
Keterangan :
 A = Jumlah siswa yang melakukan aktivitas
          B = Jumlah seluruh siswa
Interpretasi aktivitas belajar dilakukan sebagaimana dikemukakan oleh Suharsimi (1996 : 251) sebagai berikut.
Persentase aktivitas belajar
Kategori
0 % ≤ P < 20 %
Kurang Sekali
20 % ≤ P < 40 %
Kurang
40 % ≤ P < 60 %
Cukup
60 % ≤ P < 80 %
Baik
80 % ≤ P < 100 %
Baik Sekali

Indikator keberhasilan untuk aktivitas belajar yang ditetapkan dalam penelitian ini dibagi dalam dua kategori presentase yang berbeda, sebagai berikut.
a.       Aktivitas siswa untuk indikator tanya jawab, mengerjakan dan
b.      mendiskusikan LKS dalam kelompok, mempraktekkan
c.       langkah-langkah penemuan terbimbing, menyimpulkan materi bersama-sama dengan guru, digolongkan ke dalam kriteria aktivitas baik (60% - 80%).
     Aktivitas siswa untuk indikator lainnya yaitu menyajikan hasil kerja kelompok di depan kelas dan mengemukakan pendapat dalam diskusi dengan kelompok lain, apabila mencapai 20% - 40% sudah dapat dikategorikan baik. Hal ini disebabkan karena bentuk aktivitas yang diobservasi, dan mengingat waktu tatap muka yang hanya 2x45 menit setiap pertemuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian Siklus I
Selama siklus I, peneliti dibantu oleh observer mengamati jalannya pembelajaran dengan penerapan metode penemuan terbimbing. Lembar observasi yang digunakan telah divalidasi oleh validator yang berkompeten. Bentuk lembar observasi yang digunakan oleh observer selama pengamatan dapat dilihat pada lampiran 6. Hasil observasi terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika dengan menerapkan metode penemuan terbimbing disajikan pada tabel berikut.



Tabel 1. Persentase Peningkatan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Menerapkan Metode Penemuan Terbimbing pada Siklus I
Kategori
Aktivitas yang Diamati
Jumlah dan Persentase Siswa


P1
P2
P3


Jlh
%
Jlh
%
Jlh
%
A
Tanya jawab antar siswa dan antara siswa dengan guru
14
43.75
18
56.25
20
54.2
B
Mengerjakan dan mendiskusikan LKS yang diberikan dalam kelompok
 28
 87.5
28 
87.5 
30 
 93.75
C
Mempraktekkan langkah-langkah metode penemuan terbimbing sesuai petunjuk LKS
 26
81.25
28
87.5
28
87.5
D
Menyajikan hasil kerja kelompok di depan kelas
 6
 18.75
8
25
10
31.25
E
Mengemukakan pendapat dalam diskusi dengan kelompok lain
 4
 12.5
5
15.63
6
18.75
F
Menyimpulkan materi pelajaran bersama-sama dengan guru
 8
 25
19
59.38
21
65.63
Keterangan : P1 = Pertemuan Pertama, P2 = Pertemuan Kedua, P3 = Pertemuan Ketiga


Tabel 4 menunjukkan bahwa pada pertemuan pertama, aktivitas siswa dalam tanya jawab antar siswa dan antara siswa dengan guru tergolong kategori cukup, yaitu 14 orang atau 43,75 persen. Kurangnya aktivitas tanya jawab menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang belum aktif dalam pembelajaran, belum berani mengemukakan ide atau gagasan mereka untuk menjawab pertanyaan siswa lain dan pertanyaan guru. Siswa masih ada yang diam, karena takut salah dalam mengungkapkan hasil pemikiran mereka, siswa juga belum terbiasa belajar dalam suasana diskusi.      
Jumlah siswa yang mengerjakan dan mendiskusikan LKS sudah tergolong kategori baik sekali. Artinya, aktivitas diskusi sudah berjalan baik, dilihat dari segi jumlah siswa yang terlibat dalam diskusi.  Kondisi yang baik juga terlihat pada aktivitas siswa dalam mempraktekkan langkah-langkah metode penemuan terbimbing sesuai petunjuk dalam LKS. Meski demikian, jumlah siswa yang terlibat dalam diskusi masih belum mencapai 100 persen, karena masih ada siswa yang lebih bergantung pada teman satu kelompok yang lebih pintar sehingga enggan bekerja dalam kelompok.
Jumlah siswa yang menyajikan hasil kerja dalam kelompok di depan kelas, pada pertemuan pertama sebanyak 6 orang atau 18,75 persen yaitu satu kelompok.  Dibandingkan dengan jumlah seluruh siswa kelas X3, jumlah yang menyajikan hasil kerja kelompok memang tergolong rendah, tetapi jumlah enam orang yang aktif menyajikan hasil kerja kelompok tersebut sudah dapat dikatakan baik. Sebab, mengingat waktu yang hanya 2x45 menit satu pertemuan, tidak memungkinkan seluruh siswa untuk maju ke depan kelas.
Aktivitas siswa mengemukakan pendapat dalam diskusi dengan kelompok lain  tergolong kategori sangat kurang yaitu hanya sebanyak 4 orang atau 12,5 persen, artinya perlu upaya yang lebih baik lagi dalam memotivasi siswa agar mampu mengemukakan pendapat dalam diskusi  sesuai dengan hasil penemuan dalam kelompok.
Aktivitas siswa dalam menyimpulkan materi pelajaran bersama-sama dengan guru sudah tergolong cukup yaitu sebanyak 8 orang atau 25 persen. Akan tetapi ada siswa mulai tidak konsentrasi dalam belajar yang ditandai dengan adanya  siswa yang bercerita di luar topik pembelajaran, dan hanya berharap bisa mencontek hasil kesimpulan teman yang lain. Ada juga siswa yang memainkan telepon seluler dan ada siswa yang memainkan boneka.
Melihat masih ada siswa yang belum konsentrasi belajar, guru mendatangi siswa dan mengingatkan agar jangan melakukan kegiatan yang tidak berhubungan dengan pembelajaran. Untuk membantu meningkatkan aktivitas siswa agar lebih fokus pada pelajaran, guru mengajak siswa TD dan SS untuk turut serta mengemukakan pendapatnya dalam proses penemuan. 
Peningkatan aktivitas mulai terlihat pada pertemuan kedua. Jumlah siswa yang terlibat dalam tanya jawab sudah meningkat menjadi 18 orang, artinya sudah mendekati kategori cukup. Aktivitas siswa dalam mengerjakan dan mendiskusikan LKS yang diberikan dalam kelompok tergolong kategori baik, demikian juga dengan aktivitas siswa dalam mempraktekkan langkah-langkah metode penemuan terbimbing.
Jumlah siswa yang menyajikan hasil kerja di depan kelas mulai meningkat menjadi 8 orang. Hal ini terjadi karena sudah ada dua kelompok yang berani maju ke depan, namun masih ada anggota kelompok yang enggan maju bersama teman satu kelompok di depan kelas. Aktivitas mengemukakan pendapat dalam diskusi dengan kelompok lain. Jumlah siswa yang terlibat dalam aktivitas menyimpulkan materi pelajaran bersama-sama guru juga meningkat secara signifikan, dari 8 orang pada pertemuan pertama menjadi 19 orang pada pertemuan kedua.
Pada pertemuan ketiga, jumlah siswa yang terlibat dalam tanya jawab meningkat menjadi 20 orang, artinya semakin banyak siswa yang aktif dalam  pembelajaran. Jumlah siswa yang mengerjakan dan mendiskusikan LKS yang diberikan dalam kelompok semakin baik, karena dari 32 siswa, hanya dua siswa saja yang masih pasif dalam diskusi. Jumlah siswa yang mempraktekkan langkah-langkah metode penemuan terbimbing juga tetap tergolong kategori baik.
Untuk aktivitas menyajikan hasil kerja kelompok di depan kelas, jumlah siswa yang terlibat masih kurang, tetapi sudah terjadi peningkatan dari dua pertemuan sebelumnya, yang mana jumlah siswa yang ikut menyajikan sebanyak 10 orang. Pada pertemuan ini jumlah kelompok yang maju sebanyak dua kelompok, dan masing-masing  anggota kelompok seluruhnya sudah bersedia maju di depan kelas. Meskipun tidak semua anggota kelompok berbicara menyajikan materi, tetapi kehadiran siswa di depan kelas menggambarkan bahwa siswa sudah aktif dalam kegiatan menyajikan hasil kerja kelompok.
Kondisi ini menandakan, semakin banyak siswa yang berani mengemukakan hasil kerja kelompok di depan kelas. Aktivitas mengemukakan pendapat dalam diskusi dengan kelompok lain juga masih kurang, walaupun demikian jumlah siswa yang terlibat terus meningkat dari pertemuan-pertemuan sebelumnya.
Pada aktivitas menyimpulkan materi pelajaran bersama-sama guru, jumlah siswa yang terlibat meningkat dari pertemuan sebelumnya. Jumlah siswa yang terlibat dalam menyimpulkan materi dan pelajaran bersama-sama guru pada pertemuan ketiga siklus pertama mencapai 21 orang atau 65,63 persen. Pada pertemuan ketiga ini masih ada yang diam dan hanya menyaksikan siswa lainya menyaksikan guru menyimpulkan materi pelajaran. Melihat kondisi tersebut, guru mengingatkan siswa agar lebih serius dalam belajar agar mampu meningkatkan pemahaman konsep.
Secara umum, pada siklus I, aktivitas siswa dalam menyajikan hasil kerja kelompok di depan kelas dan mengemukakan pendapat dalam diskusi dengan kelompok lain sudah cukup baik. Aktivitas siswa mengerjakan dan mendiskusikan LKS dan mempraktekkan langkah-langkah  metode penemuan terbimbing sudah tergolong baik sekali. Aktivitas yang tergolong kategori cukup yaitu jumlah siswa yang terlibat dalam tanya jawab dan menyimpulkan materi pelajaran bersama-sama guru. 
A.  Refleksi
Pada tahapan refleksi, dihimpun berbagai hambatan dan permasalahan yang ditemui selama siklus I dilaksanakan, dugaan penyebab hambatan dan solusi yang dipilih. Pada waktu melakukan refleksi, peneliti menggunakan pedoman refleksi seperti yang tercantum pada lampiran 6.
Adapun hambatan dan permasalahan yang ditemui pada siklus I sebagai berikut. (1) Jumlah siswa yang terlibat dalam tanya jawab antar siswa dan antara siswa dengan guru masih tergolong kategori cukup. Dalam tanya jawab, terungkap bahwa terjadi perbedaan hasil pengukuran besar sudut, panjang sisi pada masing-masing kelompok. (2) Jumlah siswa yang mengerjakan dan mendiskusikan LKS sudah tergolong dalam kategori baik sekali.(3) Jumlah siswa yang mempraktekkan langkah-langkah penemuan sudah dalam kategori baik sekali. (4) Jumlah siswa yang menyajikan hasil penemuan dalam kelompok di depan kelas masih dalam kategori kurang. Meski dalam presentase, seluruh anggota kelompok yang tampil, tetapi tidak semua mampu mengemukakan hasil penemuan di depan kelas. (5) Jumlah siswa yang mengemukakan pendapat dalam diskusi dengan kelompok lain tergolong kurang sekali. (6) Jumlah siswa yang terlibat dalam menyimpulkan materi pelajaran bersama-sama guru sudah tergolong cukup. Namun masih perlu ditingkatkan agar lebih baik.
Hambatan dan permasalahan yang timbul, diduga terjadi karena sebagai berikut. (1) Kurangnya ketelitian siswa dalam melakukan pengukuran. (2) Bimbingan yang dilakukan oleh guru terhadap siswa dalam melakukan pengukuran besar sudut dan panjang sisi belum optimal. (3) Siswa belum terbiasa tampil mengemukakan pendapat di depan kelas. Sebagian siswa menyatakan malu dan takut salah ketika menyajikan hasil kerja kelompok. (3) Banyak siswa yang kurang konsentrasi dalam belajar. Ada siswa yang berperilaku di luar konteks pembelajaran. (4) Masih ada siswa yang belum mengerti dengan topik yang dibahas, sehingga tidak turut aktif dalam menyimpulkan hasil penemuan.
Dari dugaan penyebab munculnya hambatan dan masalah, solusi yang dipilih sebagai langkah perbaikan sebagai berikut. (1) Guru memperagakan penggunaan peralatan belajar yang benar. Guru juga meminta siswa yang lebih pintar untuk membantu teman satu kelompok dalam melakukan pengukuran besar sudut dan panjang sisi. (2) Guru menunjuk langsung anggota kelompok untuk mengemukakan hasil penemuan kelompok di depan kelas. (3) Melarang siswa menggunakan telepon seluler selama pembelajaran berlangsung, memanggil nama siswa yang berbicara di luar konteks pembelajaran dan mengingatkan siswa yang lainnya untuk tidak melakukan hal yang sama.
B.   Hasil Penelitian Siklus II
Selama siklus II, observer telah mengamati jalannya pembelajaran menerapkan metode penemuan terbimbing.  Dalam melakukan observasi pada siklus II ini, selama siklus II disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2. Persentase Peningkatan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Menerapkan Metode Penemuan Terbimbing pada Siklus II
Kategori
Aktivitas yang Diamati
Jumlah dan Persentase Siswa
Rata-rata


P1
P2
P3



Jlh
%
Jlh
%
Jlh
%

A
Tanya jawab antar siswa dan antara siswa dengan guru
19
59.38
20
62.5
22
68.75
 63.54
B
Mengerjakan dan mendiskusikan LKS yang diberikan dalam kelompok
 32
100
31
93.75
32
100
97.92
C
Mempraktekkan langkah-langkah metode penemuan terbimbing sesuai petunjuk LKS
 32
100
31
93.75
32
100
97.92
D
Menyajikan hasil kerja kelompok di depan kelas
6
 18.75
8
25
10
31.25
25
E
Mengemukakan pendapat dalam diskusi dengan kelompok lain
 6
18.75
7
21.88
7
21.88
20.84
F
Menyimpulkan materi pelajaran bersama-sama dengan guru
 28
87.5
31
93.75
32
100
95.75
Keterangan : P1 = Pertemuan Pertama, P2 = Pertemuan Kedua, P3 = Pertemuan Ketiga



Aktivitas siswa dalam tanya jawab 63,54 persen yang berarti tergolong kategori baik. Aktivitas siswa dalam tanya jawab tersebut dilihat dari keberanian siswa untuk bertanya kepada guru dan juga merespon pertanyaan dari guru dan siswa lainnya. Misalnya, ketika ada siswa kesulitan dalam menyelidiki rumus heron dengan mensubtitusikan perbandingan sinus. Pertanyaan ini direspon dan dijelaskan oleh siswa lain yang sudah paham. Aktivitas mengerjakan dan mendiskusikan LKS, mempraktekkan langkah-langkah metode penemuan terbimbing sudah tergolong kategori baik sekali, bahkan pada pertemuan ketiga, seluruh siswa terlibat dalam aktivitas tersebut.  Pada aktivitas mengemukakan pendapat dalam diskusi dan menyajikan hasil kerja kelompok mengalami peningkatan. Untuk aktivitas menyimpulkan materi pelajaran bersama-sama dengan guru tergolong baik sekali. Kondisi ini terlihat ketika semua siswa semuanya aktif menyimpulkan materi pelajaran dan sudah lebih fokus dalam mengikuti pembelajaran.. Refleksi
Setelah pembelajaran siklus II dilaksanakan, penulis bersama observer melakukan diskusi untuk membuat refleksi dari pembelajaran yang telah dilaksanakan.  Adapun fenomena yang ditemui pada siklus II sebagai berikut. (1) Aktivitas siswa yang terlibat dalam tanya jawab antar siswa dan antara siswa dengan guru sudah tergolong kategori baik. (2).  Aktivitas siswa yang mengerjakan dan mendiskusikan LKS sudah tergolong dalam kategori baik sekali. Jumlah siswa yang mempraktekkan langkah-langkah penemuan sudah dalam kategori baik sekali. (3) Aktivitas siswa yang menyajikan hasil penemuan dalam kelompok di depan kelas sudah meningkat.  (4) Jumlah siswa yang terlibat dalam menyimpulkan materi pelajaran bersama-sama guru tentang sudah tergolong baik sekali. Dari fenomena yang terjadi di atas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa sudah meningkat.   Aktivitas dan sudah mencapai pada kriteria yang telah ditentukan pada penelitian ini sehingga penelitian tindakan kelas dapat dihentikan.
Pembahasan
Data tentang aktivitas siswa yang diperoleh dari hasil pengamatan pada siklus I  dan siklus II telah terjadi peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :


Tabel 3. Perbandingan Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing Siklus I dan Siklus II

No
Aktivitas yang Diamati
SIklus I
(%)
Siklus II
(%)
Peningkatan
(%)
1
Tanya jawab antar siswa dan antara siswa dengan guru
54,17
63,54
9,37
2
Mengerjakan dan mendiskusi-kan LKS yang diberikan dalam kelompok
89,58
97,92
8,34
3
Mempraktekkan langkah-langkah metode penemuan terbimbing sesuai petunjuk pada LKS
85,42
97,92
12,5
4            
Menyajikan hasil kerja kelompok di depan kelas
25
27,08
2,08
5
Mengemukakan pendapat dalam diskusi dengan kelompok lain
15,625
20,84
5,215
6
Menyimpulkan materi pelajaran bersama-sama dengan guru
50
97,75
47,75







Berdasarkan refleksi siklus I dan refleksi siklus II dapat dilihat telah terjadi peningkatan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa pada pembelajaran menerapkan metode penemuan terbimbing. Berikut ini akan diuraikan pembahasan dari masing-masing variabel yang diteliti tersebut.
Aktivitas tanya jawab antar siswa dan antara siswa dengan guru, dapat dilihat dari semakin antusiasnya siswa dalam mengikuti pembelajaran, sehingga ketika menemukan kesulitan dalam penyelidikan, siswa langsung bertanya kepada guru ataupun teman satu kelompok. Siswa yang sudah memahami materi yang sedang dibahas dapat menjawab pertanyaan dari guru maupun siswa lainnya. Menurut Syaiful (2000:84) salah satu aktivitas adalah partisipasi siswa dalam melaksanakan tugas belajarnya melalui berbagai cara. Hal ini, salah satu cara yang dilakukan oleh siswa adalah tanya jawab antar siswa dan antara siswa dengan guru.  Sudjana dalam Maida (2009:78) mengatakan keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dialaminya.
Aktivitas siswa dalam mengerjakan dan mendiskusikan LKS sejak awal siklus I hingga akhir siklus II sudah tergolong baik. Kondisi ini didukung oleh rangkaian kegiatan penemuan dalam LKS yang harus dilakukan oleh siswa, sehingga merangsang siswa untuk aktif dalam berdiskusi dan mengerjakan soal.   Kondisi tersebut sesuai dengan pernyataan Paul B Diedrich dalam Sardiman (2010:101) bahwa membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa, yang salah satunya adalah oral activities  yang meliputi menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengemukakan pendapat, diskusi, mengadakan wawancara dan interupsi.
Dalam hal aktivitas menyajikan hasil kerja dalam kelompok dan mengemukakan pendapat dalam diskusi dengan kelompok lain, masih tergolong kurang. Kondisi ini, di samping terjadi karena masih ada siswa yang belum berani tampil, juga karena keterbatasan waktu siswa untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut.
Pada aktivitas menyimpulkan materi pelajaran bersama guru selama pembelajaran berlangsung terus mengalami peningkatan. Bahkan  pada akhir pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing, seluruh siswa terlibat dalam penyimpulan materi pelajaran.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penerapan metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X3 SMAN 1 Pangkalan Kerinci pada materi Trigonometri. Aktivitas siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II pada enam indikator yang diamati yaitu tanya jawab antar siswa dan antara siswa dengan guru, mengerjakan dan mendiskusikan LKS, mempraktekkan langkah-langkah metode penemuan terbimbing, menyajikan hasil kerja kelompok dan menyimpulkan materi pelajaran bersama-sama guru.
 Saran
Dalam menerapkan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing, sebaiknya guru membuat perencanaan yang matang sehingga pembelajaran berjalan secara sistematis. Perencanaan yang matang menjadikan pemanfaatan waktu berjalan efektif. Pembelajaran menerapkan metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas X3 SMAN 1 Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan pada pokok bahasan trigonometri. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian tindakan kelas menggunakan metode penemuan terbimbing, disarankan mensosialisasikan terlebih dahulu metode yang akan digunakan kepada siswa. Peneliti selanjutnya disarankan untuk memberikan inovasi-inovasi baru agar penerapan metode penemuan terbimbing menjadi lebih menarik bagi siswa. Aktivitas belajar matematika siswa. Pada penelitian ini masih sulit untuk mengamati aktivitas siswa dalam pembelajaran karena hanya dibantu oleh satu orang observer. Untuk itu, kepada peneliti selanjutnya yang berminat mendalami melakukan penelitian tindakan kelas menggunakan metode penemuan terbimbing disarankan agar dapat dibantu oleh lebih dari satu observer agar objektivitas hasil penelitian dapat lebih ditingkatkan.
 DAFTAR RUJUKAN
Arends, Richard. 2008. Learning to Teach. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, Suharsimi. 1996. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Baharuddin dkk. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogyakarta: Penerbit Ar-Ruzz Media.
Bahri, Syaiful. 2000. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukasi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Chaidir, Kristina. 2008.  Penerapan Metode Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran Matematika di SMAN Padang. Tesis. Tidak Diterbitkan
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Depdiknas.
______, 2007. Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan.
_____, 2006. Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar  dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan.
Dimyati dkk. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas.
Hudojo, Herman. 2001. Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.
Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian dan Pendidikan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta : Penerbit Gaung Persada Press.
Ibrahim dkk. 2003. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Markaban. 2006. Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing. Departemen Pendidikan Nasional Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Matematika. Yogyakarta.
Masdwijanto. 2011. Perangkat Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem Based Learning pada materi segiempat kelas 7, (http://masdwijanto.files.wordpress.com/2011/04/microsoft-word-bab2.pdf diakses 6 Agustus 2011).
Muliyardi. 2003. Ketika Seni Bercumbu Dengan Matematika. Makalah Disajikan Pada Seminar Nacional Difusi Inovasi Dalam Pembelajaran Matematika Di UPI, 6 September 2003.
Mulyasa. 2009. Praktek Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Penerbit Rosdakarya.
Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Ruseffendi. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensi Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Penerbit Tarsito.
Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Saida. 2006. Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa SMP Pembangunan dengan Pendekatan Kontekstual Menggunakan Metode  Penemuan Terbimbing. Tesis. Tidak Diterbitkan. Padang : Universitas Negeri Padang.
Sofan dkk. 2010. Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam Kelas. Jakarta: Penerbit Prestasi Pustakaraya.
Sardiman. 2010.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Thursman. 2000. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara.
T. Herman. 2006. Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Kerangka Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMP. Disertasi UPI: Tidak diterbitkan.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Penerbit Kencana.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivis. Surabaya : Penerbit Pustaka Publisher.
Winkel, WS. 1989. Psikologi Belajar. Jakarta: Gramedia Widia Sarana.
Yamin, Martinis. 2009. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Penerbit Gaung Persada Press.
















































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar