PENINGKATAN
AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA
SISWA
KELAS X3 SMA NEGERI I PANGKALAN KERINCI
DENGAN
MENERAPKAN METODE PENEMUAN TERBIMBING
Risnita
Guru Matematika SMA Negeri I
Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan
The activity of learning mathematics in the
classroom often became boring for students. The students confuse how do they
can do to get the answer for every problem of math. The student more hope to
the teacher to give them solution than they can have understanding. If that’s
condition be let for a long time, the students willnot can to learn by the
activity which relevan with learning mathematics. More than, the teacher must
be have a method to make increase the student’s activity. One of solution for
that is discovery method.
Kata Kunci : Aktivitas,
Pembelajaran Matematika
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat
universal dan memegang peranan sangat penting dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Besarnya peranan matematika karena matematika
bersifat logis, rasional dan eksak sehingga dapat menunjang perkembangan
ilmu-ilmu lain.
Untuk mencapai tujuan matematika di atas harus ada
dukungan dan kerjasama antara guru dan siswa. Guru harus selalu menciptakan
proses pembelajaran yang mampu membuat siswa aktif dalam belajar dengan
menerapkan metode pembelajaran yang sesuai. Siswa harus aktif dalam
pembelajaran sehingga interaksi guru dan siswa dapat terjalin dengan baik.
Namun kenyataan yang ditemui di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Pangkalan
Kerinci Khususnya di
kelas X3 aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran
matematika masih rendah.
Berdasarkan pengalaman mengajar matematika di SMAN 1
Pangkalan Kerinci, siswa masih cenderung pasif, karena lebih banyak tergantung
pada apa yang diperintahkan oleh guru. Rendahnya aktivitas belajar siswa pada
pelajaran matematika, menjadi salah satu penyebab rendahnya hasil belajar
siswa. Salah satu materi yang banyak menggunakan rumus-rumus adalah pokok
bahasan trigonometri. Siswa masih banyak yang belum mampu menyelesaikan berbagai
macam soal trigonometri dengan alasan terlalu banyak materi trigonometri
yang harus dipahami.
Usaha yang telah dilakukan untuk meningkatkan aktivitas
dan hasil belajar siswa adalah dengan memberikan tugas meringkas pokok bahasan
dan mendiskusikannya, memberikan nilai tambahan pada siswa yang bertanya atau
memberikan komentar atas pertanyaan dari guru. Upaya lainnya yaitu membagi
siswa dalam beberapa kelompok agar siswa dapat berdiskusi, saling bertukar
fikiran dalam menyelesaikan masalah. Namun upaya yang penulis lakukan belum
mampu meningkatkan aktivitas.
Guru sebagai salah satu kunci utama dalam memajukan
pendidikan seharusnya tak boleh berputus asa mencari solusi terhadap masalah
tersebut. Guru harus tetap mencari metode pembelajaran yang mampu menarik minat
belajar siswa. Proses pembelajaran harus lebih menarik perhatian siswa.
Perhatian yang tertuju pada pelajaran akan berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa
termasuk pada pembelajaran matematika. Salah satu alternatif metode
pembelajaran yang dapat digunakan yakni metode penemuan terbimbing. Di samping
dapat mengembangkan kemampuan kognitif siswa, metode ini juga dapat menumbuhkan
aktivitas interaksi siswa baik dengan guru maupun antar siswa.
Salah satu metode yang baik untuk pembelajaran matematika
adalah metode penemuan terbimbing. Marzano dalam Markaban (2006:16) menyatakan
bahwa metode penemuan terbimbing memiliki kelebihan di antaranya yaitu (1) Siswa
dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan. (2) Menumbuhkan
sekaligus menanamkan sikap menemukan (mencari-temukan). (3) Memberikan
wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru, dengan demikian siswa
juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Berdasarkan hal tersebut, guna meningkatkan keaktifan dan
hasil belajar siswa, penulis tertarik untuk menerapkan dan melakukan penelitian
tentang metode penemuan terbimbing pada proses pembelajaran matematika pokok
bahasan trigonometri.
Rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah apakah
penerapan metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa
kelas X3 SMAN I Pangkalan Kerinci pada materi trigonometri. AdapunTujuan
penelitian ini untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas X3
SMAN I Pangkalan Kerinci pada materi trigonometri dengan penerapan metode penemuan
terbimbi
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat. (1) Untuk
guru, sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran matematika melalui penerapan metode penemuan
terbimbing. (2) Untuk siswa, agar dapat meningkatkan semangat untuk
belajar dengan adanya pembelajaran yang lebih beraneka ragam, sehingga
aktivitas dan hasil belajar siswa meningkat. (3) Untuk sekolah, memberi
sumbangan bagi sekolah dalam rangka upaya perbaikan proses pembelajaran secara
menyeluruh sehingga aktivitas dan hasil belajar para siswa akan lebih
meningkat. (4) Untuk peneliti, untuk meningkatkan profesionalisme
sebagai guru dan menambah pengetahuan tentang pembelajaran yang dapat
meningkatkan aktivitas.
Aktivitas Belajar
Siswa
Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah
sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting dalam
interaksi guru dan siswa selama pembelajaran. Sebagai rasionalitasnya, hal ini
juga mendapat pengakuan dari berbagai ahli pendidikan.
Frobel dalam Sardiman (2010:96) mengatakan bahwa secara
alami siswa memang ada dorongan untuk menciptakan. Siswa adalah suatu organisme
yang berkembang dari dalam. Prinsip utama yang dikemukakan Frobel bahwa peserta
didik harus bekerja sendiri. Untuk memberikan motivasi, maka dipopulerkan suatu
semboyan ‘’berpikir dan berbuat’’. Begitu juga dalam belajar sudah tentu tidak
mungkin meninggalkan dua kegiatan itu, berpikir dan berbuat.
Montessori dalam Sardiman (2010:96) menegaskan bahwa
anak-anak memiliki tenaga untuk berkembang sendiri, membentuk sendiri. Guru
akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan anak-anak
didiknya. Pernyataan Montessori ini memberikan petunjuk bahwa yang telah banyak
melakukan aktivitas dalam pembentukan diri adalah siswa itu sendiri, sedangkan
pendidik memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang diperbuat
oleh siswa.
Menurut Syaiful (2000:84), aktivitas
belajar siswa sebagai berikut. (1) Siswa belajar secara individual untuk
menerapkan konsep, prinsip dan generalisasi. (2) Siswa belajar dalam bentuk
kelompok untuk memecah masalah. (3)
Setiap siswa berpartisipasi dalam melaksanakan tugas belajarnya melalui berbagai
cara. (4) Siswa berani mengajukan pendapat. (5) Ada aktivitas belajar analisis,
sintesis, penilaian dan kesimpulan. (6) Antar siswa terjalin hubungan sosial
dalam melaksanakan kegiatan belajar. (7) Setiap siswa bisa mengomentari dan
memberikan tanggapan terhadap pendapat siswa lainnya. (8) Setiap siswa
berkesempatan menggunakan berbagai sumber belajar yang tersedia. (9) Setiap
siswa berupaya menilai hasil belajar yang dicapainya. (10) Ada upaya dari siswa
untuk bertanya kepada guru dan meminta pendapat guru dalam upaya kegiatan
belajarnya.
Berdasarkan jenis aktivitas
belajar yang dipaparkan di atas, pada penelitian ini, aktivitas yang diamati
sebagai berikut.
(1) Tanya jawab antar siswa dan antara siswa dengan guru. (2)
Mengerjakan dan mendiskusikan LKS yang diberikan dalam kelompok. (3) Mempraktekkan langkah-langkah metode penemuan
terbimbing sesuai petunjuk dalam LKS. (4) Menyajikan
hasil kerja kelompok di depan kelas. (5) Mengemukakan pendapat dalam
diskusi dengan kelompok lain. (6) Menyimpulkan materi pelajaran bersama-sama
dengan guru.
Pembelajaran Matematika
Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. Dengan proses pembelajaran diharapkan potensi siswa berkembang secara
optimal sehingga mampu menghadapi perubahan dan tantangan zaman. Untuk
menghadapi tantangan tersebut siswa harus memiliki kemampuan berpikir kritis,
sistematis, logis, dan kreatif. Cara berpikir dan kemampuan seperti itu dapat
dikembangkan melalui pembelajaran matematika. Chaidir (dalam Muliyardi, 2003) menyatakan
bahwa pembelajaran matematika adalah upaya membantu siswa untuk mengkonstruksi
konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri
melalui proses internalisasi sehingga konsep dan prinsip itu terbangun kembali.
Pembelajaran
matematika merupakan suatu proses yang mengandung dua jenis kegiatan yang tidak
terpisahkan, yaitu belajar dan mengajar. Kedua aspek ini akan berpadu menjadi
suatu kegiatan pada saat terjadi interaksi antara siswa dengan guru, antara
sesama siswa di saat berlangsungnya pembelajaran matematika. Dalam proses
belajar mengajar, beberapa komponen yang bersama-sama mewujudkan proses
tersebut sebagai berikut. (1) Prosedur didaktik yaitu kegiatan-kegiatan tenaga
pengajar dalam mengelola proses belajar mengajar di dalam kelas. (2) Media
pengajaran yang dapat diartikan sebagai setiap orang, materi atau peristiwa
yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan,
keterampilan, dan sikap. (3) Pengelompokan siswa yang merupakan sejumlah siswa
bekerja atau belajar bersama di bawah pimpinan guru yang menjadi organisator
atau pendamping. (4) Materi pelajaran adalah sarana yang digunakan untuk
mencapai tujuan instruksional (Winkel, 1991:177 ).
Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dimulai dari
pemilihan materi pelajaran, pengelompokan siswa, prosedur didaktik dan
penggunaan media pembelajaran matematika.
Trigonometri
Salah satu
materi dalam pelajaran matematika di jenjang sekolah menengah atas pada
semester genap adalah Trigonometri. Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) (2006), kegiatan pembelajaran trigonometri sebagai berikut.
(1) Mengidentifikasi permasalahan dalam perhitungan sisi atau sudut pada
segitiga. (2) Merumuskan aturan sinus
dan cosinus. (3) Menggunakan aturan sinus dan cosinus untuk menyelesaikan soal perhitungan sisi atau sudut segitiga.
(4) Mengidentifikasi permasalahan dalam perhitungan luas segitiga dengan sinus salah satu sudut
segitiga. (5) Menurunkan rumus luas segitiga. (6) Menggunakan rumus luas
segitiga untuk menyelesaikan soal.
Metode Penemuan Terbimbing
Metode penemuan yang dipandu oleh guru ini pertama kali
dikenalkan oleh Plato dalam suatu dialog antara Socrates dan seorang anak, maka
sering disebut juga dengan metoda Socratic
dalam Cooney Davis dalam Markaban (2006:10). Metode ini melibatkan suatu
dialog/interaksi antara siswa dan guru di mana siswa mencari kesimpulan yang
diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru. Salah satu
buku yang pertama menggunakan teknik penemuan terbimbing adalah tentang
Aritmatika oleh Warren Colburn yang pelajaran pertamanya berjudul : Intellectual
Arithmatic upon the Inductive Method of Instruction, diterbitkan pada tahun
1821, yang isinya menekankan penggunaan suatu urutan pertanyaan dalam
mengembangkan konsep dan prinsip
matematika. Ini menirukan metode Socratic dimana Socrates dengan pertolongan
pertanyaan yang ia tanyakan dimungkinkan siswa untuk menjawab pertanyaan
tersebut.
Herman (2001:143) menjelaskan bahwa metode penemuan
terbimbing adalah suatu cara penyampaian topik-topik matematika sedemikian
sehingga proses belajar mengajar memungkinkan siswa menemukan sendiri pola-pola
atau struktur matematika melalui serentetan pengalaman-pengalaman yang lampau
di bawah bimbingan guru.
Salah satu instrumen yang penting dalam pelaksanaannya
adalah Lembar Kerja Siswa (LKS). Lembar kerja siswa (LKS) merupakan salah satu
bentuk bahan ajar yang digunakan dalam membantu guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran di kelas. LKS berisi petunjuk-petunjuk dan kegiatan yang akan
dikerjakan siswa dalam menemukan konsep, teorema dan prinsip-prinsip yang
disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan/suasana yang
memungkinkan siswa untuk belajar. Instrumen lain yang tak kalah pentingnya
adalah Lembaran observasi, dimana dengan lembaran observasi itu guru dapat mencatat
dan mengukur keaktivan siswa dalam Pembelajaran.
Untuk menghindari kegagalan dalam proses penemuan dan
memaksimalkan kegiatan siswa dan guru, maka pembelajaran dengan metode penemuan
terbimbing harus direncanakan dengan memperhatikan beberapa hal sebagai
berikut. (1) Pengetahuan prasyarat yang diperlukan sudah dimiliki siswa. (2)
Aktivitas siswa untuk belajar sendiri sangat berpengaruh. (3) Peran guru dalam
kegiatan penemuan hanya sebagai fasilitator. (4) LKS sebagai sumber belajar yang dibutuhkan
siswa. (5) Hasil akhir yang harus ditemukan sendiri oleh siswa.
Markaban (2006:9), menyatakan bahwa langkah-langkah
penemuan terbimbing agar pelaksanaan metode penemuan terbimbing berjalan
efektif, dapat dilaksanakan sebagai berikut. (1) Merumuskan masalah yang akan
diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, perumusannya harus jelas,
hindari pertanyaan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh
siswa tidak salah. (2) Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun,
memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini,
bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini
sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui
pertanyaan-pertanyaan atau LKS. (3) Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari
hasil analisis yang dilakukan. (4) Bila dipandang perlu, konjektur yang telah
dibuat siswa tersebut diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk
meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga menuju arah yang hendak dicapai.
(5) Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut,
maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk
menyusunnya. Di samping itu perlu diingatkan pula bahwa induksi tidak menjamin
100% kebenaran konjektur. (6) Sesudah siswa menemukan apa yang dicari,
hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa
apakah hasil penemuan itu benar.
Dari berbagai
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode penemuan terbimbing merupakan
pembelajaran yang dimulai dari perumusan masalah, kemudian siswa dilibatkan
secara aktif menyusun, memproses dan mengorganisir serta menganalisis dari data
yang diberikan.
Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan pada penelitian
ini adalah sebagai berikut “Aktivitas belajar siswa kelas X3 SMAN 1
Pangkalan Kerinci meningkat dengan menerapkan metode penemuan terbimbing”.
METODOLOGI
Penelitian
ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK), karena merupakan penelitian
tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas proses dan
hasil belajar siswa.
Subjek dalam
penelitian ini adalah siswa kelas X3 SMAN 1 Pangkalan Kerinci Tahun
Pelajaran 2010/2011. Jumlah siswa
terdiri dari perempuan sebanyak 23 orang dan laki-laki 9 orang
siswa. anakan di kelas X3
SMAN 1 Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan Propinsi Riau, pada semester dua
tahun ajaran 2010/2011
Prosedur Penelitian
Siklus
penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan dengan rencana tindakan
kegiatan yang terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan
dan refleksi. Rincian rencana tindakan yang akan dilaksanakan sebagai berikut:
1. Perencanaan
Kegiatan yang akan dilakakukan dalam tahap
perencanaan sebagai berikut.
a.
Merencanakan penyampaian kompetensi dasar, tujuan
pembelajaran, pemberian motivasi dan apersepsi sesuai dengan materi
pembelajaran.
b.
Merencanakan
pembentukan kelompok siswa.
c.
Merencanakan perumusan masalah yang akan diberikan kepada
siswa.
d.
Merencanakan
pembagian LKS.
e.
Merencanakan penyampaian langkah-langkah dalam proses
penemuan dengan menggunakan LKS.
f.
Merancang bimbingan terhadap siswa selama proses
pembelajaran untuk membantu siswa dalam menemukan pemecahan masalah yang
diberikan.
g.
Merencanakan kegiatan presentasi oleh siswa
h.
Merencanakan pengambilan kesimpulan dari hasil penemuan
siswa
2. Tindakan
Kegiatan
yang akan dilakukan pada tahap ini sebagai berikut.
a.
Guru menyampaikan kompetensi dasar, tujuan pembelajaran
dan memberikan motivasi serta apersepsi dalam proses pembelajaran.
b.
Guru membentuk siswa dalam kelompok dan mengatur duduk
siswa sesuai dengan pembagian kelompok.
c.
Guru merumuskan masalah yang akan dibahas oleh siswa
dalam kelompok
d.
Guru
membagikan LKS kepada masing-masing kelompok
e.
Guru menjelaskan langkah-langkah dalam kegiatan LKS
f.
Guru sebagai
fasilitator, mengontrol, membimbing dan mengarahkan siswa untuk
menemukan hasil pemecahan masalah. Jika ada kelompok yang mengalami kesulitan
dalam pemahaman materi dan bertanya pada guru, guru berusaha mengarahkan dulu
pada teman kelompoknya. Bila dalam kelompok tidak tidak diperoleh jawaban yang
memuaskan, barulah guru menjawab dan meluruskan pemahaman siswa.
g.
Setelah diskusi berakhir, guru meminta salah satu
kelompok mempresentasikan hasil diskusinya, sementara kelompok lain menanggapi
di bawah bimbingan guru.
h.
Guru mengajak siswa membuat kesimpulan mengenai materi
yang telah dipelajari.
3. Pengamatan
Pengamatan dilakukan selama
pembelajaran berlangsung. Pada tahap ini peneliti dibantu oleh teman sejawat sebagai observer yang
mengamati dan mencatat aktivitas siswa dengan menggunakan lembar observasi.
Lembar
observasi memuat indikator-indikator yang mencerminkan aktivitas siswa dalam
pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing. Indikator aktivitas
yang diamati oleh observer pada penelitian
ini sebagai berikut. (a) Tanya jawab antar siswa dan antara siswa dengan
guru dalam proses penemuan. (b) Mengerjakan dan mendiskusikan LKS yang
diberikan dalam kelompok untuk menemukan jawaban yang benar. (c) Mempraktekkan
langkah-langkah metode penemuan terbimbing sesuai dengan petunjuk dalam LKS.
(d) Menyajikan hasil penemuan kelompok di depan kelas. (e) Mengemukakan
pendapat dalam diskusi dengan kelompok lain. (f) Menyimpulkan materi pelajaran
bersama-sama guru tentang hasil penemuan.
4. Refleksi
Refleksi
merupakan tahap akhir dari suatu daur penelitian tindakan kelas. Dalam tahap
ini guru sebagai peneliti dan observer mendiskusikan dan menganalisis hasil
tindakan di kelas dan masalah yang terjadi selama pembelajaran berlangsung.
Dalam refleksi, dicantumkan hambatan dan permasalahan yang ditemui, dugaan
penyebab timbulnya hambatan dan permasalahan serta solusi yang dipilih.
Instrumen Penelitian
Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data aktivitas siswa dan data hasil
belajar siswa. Untuk mendapatkan data tersebut digunakan instrumen sebagai
berikut.
1. Lembar Observasi Aktivitas Siswa
Observasi
digunakan untuk mengukur aktivitas siswa selama proses pembelajaran
berlangsung. Aktivitas siswa akan diamati oleh peneliti yang berperan sebagai
guru.
2. Panduan Catatan Lapangan
Catatan
lapangan berisi fenomena dalam kelas penelitian yang terjadi selama
pembelajaran. Catatan lapangan bermanfaat sangat membantu dalam melengkapi
pengumpulan informasi yang tidak teramati dalam lembar observasi. Bentuk temuan
yang dicantumkan pada catatan lapangan ini berupa aktivitas siswa dan guru
serta permasalahan yang dihadapi selama pembelajaran.
.
Pengumpulan Data
Data
tentang peningkatan aktivitas belajar siswa diperoleh dari hasil pengamatan
yang dilakukan oleh observer dengan membubuhkan tanda checklist pada
lembar observasi. Di samping data observasi, pada penelitian ini data juga
dikumpulkan melalui catatan lapangan, yang berisikan berbagai aktivitas dan
fenomena yang terjadi selama pembelajaran. Data aktivitas siswa yang
direkapitulasi dari hasil pengamatan observer, dianalisis dengan cara sebagai
berikut.
Persentase
aktivitas siswa (P) =
Keterangan
:
A = Jumlah siswa yang melakukan aktivitas
B =
Jumlah seluruh siswa
Interpretasi
aktivitas belajar dilakukan sebagaimana dikemukakan oleh Suharsimi (1996 : 251)
sebagai berikut.
Persentase aktivitas belajar
|
Kategori
|
0 % ≤ P < 20 %
|
Kurang Sekali
|
20 % ≤ P < 40 %
|
Kurang
|
40 % ≤ P < 60 %
|
Cukup
|
60 % ≤ P < 80 %
|
Baik
|
80 % ≤ P < 100 %
|
Baik Sekali
|
Indikator keberhasilan
untuk aktivitas belajar yang ditetapkan dalam penelitian ini dibagi dalam dua
kategori presentase yang berbeda, sebagai berikut.
a.
Aktivitas
siswa untuk indikator tanya jawab, mengerjakan dan
b.
mendiskusikan
LKS dalam kelompok, mempraktekkan
c. langkah-langkah
penemuan terbimbing, menyimpulkan materi bersama-sama dengan guru, digolongkan
ke dalam kriteria aktivitas baik (60% - 80%).
Aktivitas siswa untuk indikator lainnya yaitu
menyajikan hasil kerja kelompok di depan kelas dan mengemukakan pendapat dalam
diskusi dengan kelompok lain, apabila mencapai 20% - 40% sudah dapat
dikategorikan baik. Hal ini disebabkan karena bentuk aktivitas yang
diobservasi, dan mengingat waktu tatap muka yang hanya 2x45 menit setiap
pertemuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian Siklus I
Selama
siklus I, peneliti dibantu oleh observer mengamati jalannya pembelajaran dengan
penerapan metode penemuan terbimbing. Lembar observasi yang digunakan telah
divalidasi oleh validator yang berkompeten. Bentuk lembar observasi yang
digunakan oleh observer selama pengamatan dapat dilihat pada lampiran 6. Hasil
observasi terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika dengan
menerapkan metode penemuan terbimbing disajikan pada tabel berikut.
Tabel 1. Persentase Peningkatan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran
Menerapkan Metode Penemuan Terbimbing pada Siklus I
Kategori
|
Aktivitas yang Diamati
|
Jumlah dan
Persentase Siswa
|
|||||
P1
|
P2
|
P3
|
|||||
Jlh
|
%
|
Jlh
|
%
|
Jlh
|
%
|
||
A
|
Tanya jawab antar siswa dan antara siswa dengan guru
|
14
|
43.75
|
18
|
56.25
|
20
|
54.2
|
B
|
Mengerjakan dan mendiskusikan LKS yang diberikan dalam
kelompok
|
28
|
87.5
|
28
|
87.5
|
30
|
93.75
|
C
|
Mempraktekkan langkah-langkah metode penemuan
terbimbing sesuai petunjuk LKS
|
26
|
81.25
|
28
|
87.5
|
28
|
87.5
|
D
|
Menyajikan hasil kerja kelompok di depan kelas
|
6
|
18.75
|
8
|
25
|
10
|
31.25
|
E
|
Mengemukakan pendapat dalam diskusi dengan kelompok
lain
|
4
|
12.5
|
5
|
15.63
|
6
|
18.75
|
F
|
Menyimpulkan materi pelajaran bersama-sama dengan guru
|
8
|
25
|
19
|
59.38
|
21
|
65.63
|
Keterangan :
P1 = Pertemuan Pertama, P2 = Pertemuan Kedua, P3 = Pertemuan Ketiga
Tabel
4 menunjukkan bahwa pada pertemuan pertama, aktivitas siswa dalam tanya jawab
antar siswa dan antara siswa dengan guru tergolong kategori cukup, yaitu 14
orang atau 43,75 persen. Kurangnya aktivitas tanya jawab menunjukkan bahwa
masih banyak siswa yang belum aktif dalam pembelajaran, belum berani
mengemukakan ide atau gagasan mereka untuk menjawab pertanyaan siswa lain dan
pertanyaan guru. Siswa masih ada yang diam, karena takut salah dalam
mengungkapkan hasil pemikiran mereka, siswa juga belum terbiasa belajar dalam
suasana diskusi.
Jumlah siswa yang mengerjakan dan mendiskusikan LKS sudah tergolong
kategori baik sekali. Artinya, aktivitas diskusi sudah berjalan baik, dilihat
dari segi jumlah siswa yang terlibat dalam diskusi. Kondisi yang baik juga terlihat pada
aktivitas siswa dalam mempraktekkan langkah-langkah metode penemuan terbimbing
sesuai petunjuk dalam LKS. Meski demikian, jumlah siswa yang terlibat dalam
diskusi masih belum mencapai 100 persen, karena masih ada siswa yang lebih
bergantung pada teman satu kelompok yang lebih pintar sehingga enggan bekerja
dalam kelompok.
Jumlah siswa yang menyajikan hasil kerja dalam kelompok di depan kelas,
pada pertemuan pertama sebanyak 6 orang atau 18,75 persen yaitu satu
kelompok. Dibandingkan dengan jumlah
seluruh siswa kelas X3, jumlah yang menyajikan hasil kerja kelompok
memang tergolong rendah, tetapi jumlah enam orang yang aktif menyajikan hasil
kerja kelompok tersebut sudah dapat dikatakan baik. Sebab, mengingat waktu yang
hanya 2x45 menit satu pertemuan, tidak memungkinkan seluruh siswa untuk maju ke
depan kelas.
Aktivitas siswa mengemukakan pendapat dalam diskusi dengan kelompok
lain tergolong kategori sangat kurang
yaitu hanya sebanyak 4 orang atau 12,5 persen, artinya perlu upaya yang lebih
baik lagi dalam memotivasi siswa agar mampu mengemukakan pendapat dalam
diskusi sesuai dengan hasil penemuan
dalam kelompok.
Aktivitas siswa dalam menyimpulkan materi pelajaran bersama-sama dengan
guru sudah tergolong cukup yaitu sebanyak 8 orang atau 25 persen. Akan tetapi
ada siswa mulai tidak konsentrasi dalam belajar yang ditandai dengan
adanya siswa yang bercerita di luar
topik pembelajaran, dan hanya berharap bisa mencontek hasil kesimpulan teman
yang lain. Ada juga siswa yang memainkan telepon seluler dan ada siswa yang memainkan
boneka.
Melihat masih ada siswa yang belum konsentrasi belajar, guru mendatangi
siswa dan mengingatkan agar jangan melakukan kegiatan yang tidak berhubungan
dengan pembelajaran. Untuk membantu meningkatkan aktivitas siswa agar lebih
fokus pada pelajaran, guru mengajak siswa TD dan SS untuk turut serta
mengemukakan pendapatnya dalam proses penemuan.
Peningkatan aktivitas mulai terlihat pada pertemuan kedua. Jumlah siswa
yang terlibat dalam tanya jawab sudah meningkat menjadi 18 orang, artinya sudah
mendekati kategori cukup. Aktivitas siswa dalam mengerjakan dan mendiskusikan
LKS yang diberikan dalam kelompok tergolong kategori baik, demikian juga dengan
aktivitas siswa dalam mempraktekkan langkah-langkah metode penemuan terbimbing.
Jumlah siswa yang menyajikan hasil kerja di depan kelas mulai meningkat
menjadi 8 orang. Hal ini terjadi karena sudah ada dua kelompok yang berani maju
ke depan, namun masih ada anggota kelompok yang enggan maju bersama teman satu
kelompok di depan kelas. Aktivitas mengemukakan pendapat dalam diskusi dengan
kelompok lain. Jumlah siswa yang terlibat dalam aktivitas menyimpulkan materi
pelajaran bersama-sama guru juga meningkat secara signifikan, dari 8 orang pada
pertemuan pertama menjadi 19 orang pada pertemuan kedua.
Pada pertemuan ketiga, jumlah siswa yang terlibat dalam tanya jawab
meningkat menjadi 20 orang, artinya semakin banyak siswa yang aktif dalam pembelajaran. Jumlah siswa yang mengerjakan
dan mendiskusikan LKS yang diberikan dalam kelompok semakin baik, karena dari
32 siswa, hanya dua siswa saja yang masih pasif dalam diskusi. Jumlah siswa
yang mempraktekkan langkah-langkah metode penemuan terbimbing juga tetap
tergolong kategori baik.
Untuk aktivitas menyajikan hasil kerja kelompok di depan kelas, jumlah siswa
yang terlibat masih kurang, tetapi sudah terjadi peningkatan dari dua pertemuan
sebelumnya, yang mana jumlah siswa yang ikut menyajikan sebanyak 10 orang. Pada
pertemuan ini jumlah kelompok yang maju sebanyak dua kelompok, dan
masing-masing anggota kelompok
seluruhnya sudah bersedia maju di depan kelas. Meskipun tidak semua anggota
kelompok berbicara menyajikan materi, tetapi kehadiran siswa di depan kelas
menggambarkan bahwa siswa sudah aktif dalam kegiatan menyajikan hasil kerja
kelompok.
Kondisi ini menandakan, semakin banyak siswa yang berani mengemukakan hasil
kerja kelompok di depan kelas. Aktivitas mengemukakan pendapat dalam diskusi
dengan kelompok lain juga masih kurang, walaupun demikian jumlah siswa yang
terlibat terus meningkat dari pertemuan-pertemuan sebelumnya.
Pada aktivitas menyimpulkan materi pelajaran bersama-sama guru, jumlah
siswa yang terlibat meningkat dari pertemuan sebelumnya. Jumlah siswa yang
terlibat dalam menyimpulkan materi dan pelajaran bersama-sama guru pada
pertemuan ketiga siklus pertama mencapai 21 orang atau 65,63 persen. Pada
pertemuan ketiga ini masih ada yang diam dan hanya menyaksikan siswa lainya
menyaksikan guru menyimpulkan materi pelajaran. Melihat kondisi tersebut, guru
mengingatkan siswa agar lebih serius dalam belajar agar mampu meningkatkan
pemahaman konsep.
Secara umum, pada siklus I, aktivitas siswa dalam menyajikan hasil kerja
kelompok di depan kelas dan mengemukakan pendapat dalam diskusi dengan kelompok
lain sudah cukup baik. Aktivitas siswa mengerjakan dan mendiskusikan LKS dan
mempraktekkan langkah-langkah metode
penemuan terbimbing sudah tergolong baik sekali. Aktivitas yang tergolong
kategori cukup yaitu jumlah siswa yang terlibat dalam tanya jawab dan menyimpulkan
materi pelajaran bersama-sama guru.
A. Refleksi
Pada tahapan
refleksi, dihimpun berbagai hambatan dan permasalahan yang ditemui selama
siklus I dilaksanakan, dugaan penyebab hambatan dan solusi yang dipilih. Pada
waktu melakukan refleksi, peneliti menggunakan pedoman refleksi seperti yang tercantum
pada lampiran 6.
Adapun hambatan
dan permasalahan yang ditemui pada siklus I sebagai berikut. (1) Jumlah siswa
yang terlibat dalam tanya jawab antar siswa dan antara siswa dengan guru masih
tergolong kategori cukup. Dalam tanya jawab, terungkap bahwa terjadi perbedaan
hasil pengukuran besar sudut, panjang sisi pada masing-masing kelompok. (2)
Jumlah siswa yang mengerjakan dan mendiskusikan LKS sudah tergolong dalam
kategori baik sekali.(3) Jumlah siswa yang mempraktekkan langkah-langkah
penemuan sudah dalam kategori baik sekali. (4) Jumlah siswa yang menyajikan
hasil penemuan dalam kelompok di depan kelas masih dalam kategori kurang. Meski
dalam presentase, seluruh anggota kelompok yang tampil, tetapi tidak semua
mampu mengemukakan hasil penemuan di depan kelas. (5) Jumlah siswa yang
mengemukakan pendapat dalam diskusi dengan kelompok lain tergolong kurang
sekali. (6) Jumlah siswa yang terlibat dalam menyimpulkan materi pelajaran
bersama-sama guru sudah tergolong cukup. Namun masih perlu ditingkatkan agar lebih baik.
Hambatan dan
permasalahan yang timbul, diduga terjadi karena sebagai berikut. (1) Kurangnya ketelitian
siswa dalam melakukan pengukuran. (2) Bimbingan yang dilakukan oleh guru
terhadap siswa dalam melakukan pengukuran besar sudut dan panjang sisi belum
optimal. (3) Siswa belum terbiasa tampil mengemukakan pendapat di depan kelas.
Sebagian siswa menyatakan malu dan takut salah ketika menyajikan hasil kerja
kelompok. (3) Banyak siswa yang kurang konsentrasi dalam belajar. Ada siswa
yang berperilaku di luar konteks pembelajaran. (4) Masih ada siswa yang belum
mengerti dengan topik yang dibahas, sehingga tidak turut aktif dalam
menyimpulkan hasil penemuan.
Dari dugaan penyebab munculnya hambatan dan masalah, solusi yang dipilih
sebagai langkah perbaikan sebagai berikut. (1) Guru memperagakan penggunaan
peralatan belajar yang benar. Guru juga meminta siswa yang lebih pintar untuk
membantu teman satu kelompok dalam melakukan pengukuran besar sudut dan panjang
sisi. (2) Guru menunjuk langsung anggota kelompok untuk mengemukakan hasil
penemuan kelompok di depan kelas. (3) Melarang siswa menggunakan telepon
seluler selama pembelajaran berlangsung, memanggil nama siswa yang berbicara di
luar konteks pembelajaran dan mengingatkan siswa yang lainnya untuk tidak
melakukan hal yang sama.
B. Hasil Penelitian Siklus II
Selama siklus II,
observer telah mengamati jalannya pembelajaran menerapkan metode penemuan
terbimbing. Dalam melakukan observasi
pada siklus II ini, selama siklus II disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2.
Persentase Peningkatan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Menerapkan Metode
Penemuan Terbimbing pada Siklus II
Kategori
|
Aktivitas yang Diamati
|
Jumlah dan
Persentase Siswa
|
Rata-rata
|
|||||
P1
|
P2
|
P3
|
||||||
Jlh
|
%
|
Jlh
|
%
|
Jlh
|
%
|
|||
A
|
Tanya jawab antar siswa dan
antara siswa dengan guru
|
19
|
59.38
|
20
|
62.5
|
22
|
68.75
|
63.54
|
B
|
Mengerjakan dan mendiskusikan
LKS yang diberikan dalam kelompok
|
32
|
100
|
31
|
93.75
|
32
|
100
|
97.92
|
C
|
Mempraktekkan langkah-langkah
metode penemuan terbimbing sesuai petunjuk LKS
|
32
|
100
|
31
|
93.75
|
32
|
100
|
97.92
|
D
|
Menyajikan hasil kerja
kelompok di depan kelas
|
6
|
18.75
|
8
|
25
|
10
|
31.25
|
25
|
E
|
Mengemukakan pendapat dalam
diskusi dengan kelompok lain
|
6
|
18.75
|
7
|
21.88
|
7
|
21.88
|
20.84
|
F
|
Menyimpulkan materi pelajaran
bersama-sama dengan guru
|
28
|
87.5
|
31
|
93.75
|
32
|
100
|
95.75
|
Keterangan :
P1 = Pertemuan Pertama, P2 = Pertemuan Kedua, P3 = Pertemuan Ketiga
Aktivitas siswa dalam tanya jawab 63,54 persen yang
berarti tergolong kategori baik. Aktivitas siswa dalam tanya jawab tersebut
dilihat dari keberanian siswa untuk bertanya kepada guru dan juga merespon
pertanyaan dari guru dan siswa lainnya. Misalnya, ketika ada siswa kesulitan
dalam menyelidiki rumus heron dengan mensubtitusikan perbandingan sinus.
Pertanyaan ini direspon dan dijelaskan oleh siswa lain yang sudah paham.
Aktivitas mengerjakan dan mendiskusikan LKS, mempraktekkan langkah-langkah
metode penemuan terbimbing sudah tergolong kategori baik sekali, bahkan pada
pertemuan ketiga, seluruh siswa terlibat dalam aktivitas tersebut. Pada aktivitas mengemukakan pendapat dalam
diskusi dan menyajikan hasil kerja kelompok mengalami peningkatan. Untuk
aktivitas menyimpulkan materi pelajaran bersama-sama dengan guru tergolong baik
sekali. Kondisi ini terlihat ketika semua siswa semuanya aktif menyimpulkan
materi pelajaran dan sudah lebih fokus dalam mengikuti pembelajaran.. Refleksi
Setelah
pembelajaran siklus II dilaksanakan, penulis bersama observer melakukan diskusi
untuk membuat refleksi dari pembelajaran yang telah dilaksanakan. Adapun fenomena yang ditemui pada siklus II sebagai berikut. (1) Aktivitas
siswa yang terlibat dalam tanya jawab antar siswa dan antara siswa dengan guru
sudah tergolong kategori baik. (2).
Aktivitas siswa yang mengerjakan dan mendiskusikan LKS sudah tergolong
dalam kategori baik sekali. Jumlah siswa yang mempraktekkan langkah-langkah
penemuan sudah dalam kategori baik sekali. (3) Aktivitas siswa yang menyajikan
hasil penemuan dalam kelompok di depan kelas sudah meningkat. (4) Jumlah siswa yang terlibat dalam
menyimpulkan materi pelajaran bersama-sama guru tentang sudah tergolong baik
sekali. Dari fenomena yang terjadi di atas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas
dan hasil belajar siswa sudah meningkat.
Aktivitas dan sudah mencapai pada kriteria yang telah ditentukan pada
penelitian ini sehingga penelitian tindakan kelas dapat dihentikan.
Pembahasan
Data tentang aktivitas siswa yang diperoleh dari hasil pengamatan pada
siklus I dan siklus II telah terjadi
peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.
Perbandingan Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran dengan Metode Penemuan
Terbimbing Siklus I dan Siklus II
No
|
Aktivitas yang Diamati
|
SIklus I
(%)
|
Siklus II
(%)
|
Peningkatan
(%)
|
|
1
|
Tanya jawab antar siswa dan antara siswa dengan guru
|
54,17
|
63,54
|
9,37
|
|
2
|
Mengerjakan dan mendiskusi-kan LKS yang diberikan dalam
kelompok
|
89,58
|
97,92
|
8,34
|
|
3
|
Mempraktekkan langkah-langkah metode penemuan
terbimbing sesuai petunjuk pada LKS
|
85,42
|
97,92
|
12,5
|
|
4
|
Menyajikan hasil kerja kelompok di depan kelas
|
25
|
27,08
|
2,08
|
|
5
|
Mengemukakan pendapat dalam diskusi dengan kelompok
lain
|
15,625
|
20,84
|
5,215
|
|
6
|
Menyimpulkan materi pelajaran bersama-sama dengan guru
|
50
|
97,75
|
47,75
|
|
Berdasarkan
refleksi siklus I dan refleksi siklus II dapat dilihat telah terjadi
peningkatan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa pada pembelajaran
menerapkan metode penemuan terbimbing. Berikut ini akan diuraikan pembahasan dari
masing-masing variabel yang diteliti tersebut.
Aktivitas tanya jawab antar siswa dan antara siswa dengan guru, dapat
dilihat dari semakin antusiasnya siswa dalam mengikuti pembelajaran, sehingga
ketika menemukan kesulitan dalam penyelidikan, siswa langsung bertanya kepada
guru ataupun teman satu kelompok. Siswa yang sudah memahami materi yang sedang
dibahas dapat menjawab pertanyaan dari guru maupun siswa lainnya. Menurut
Syaiful (2000:84) salah satu aktivitas adalah partisipasi siswa dalam melaksanakan
tugas belajarnya melalui berbagai cara. Hal ini, salah satu cara yang dilakukan
oleh siswa adalah tanya jawab antar siswa dan antara siswa dengan guru. Sudjana dalam Maida (2009:78) mengatakan
keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal bertanya kepada siswa lain atau kepada
guru apabila tidak memahami persoalan yang dialaminya.
Aktivitas siswa dalam mengerjakan dan mendiskusikan LKS sejak awal siklus I
hingga akhir siklus II sudah tergolong baik. Kondisi ini didukung oleh
rangkaian kegiatan penemuan dalam LKS yang harus dilakukan oleh siswa, sehingga
merangsang siswa untuk aktif dalam berdiskusi dan mengerjakan soal. Kondisi tersebut sesuai dengan pernyataan
Paul B Diedrich dalam Sardiman (2010:101) bahwa membuat suatu daftar yang
berisi 177 macam kegiatan siswa, yang salah satunya adalah oral activities yang meliputi menyatakan, merumuskan,
bertanya, memberi saran, mengemukakan pendapat, diskusi, mengadakan wawancara
dan interupsi.
Dalam hal aktivitas menyajikan hasil kerja dalam kelompok dan mengemukakan
pendapat dalam diskusi dengan kelompok lain, masih tergolong kurang. Kondisi
ini, di samping terjadi karena masih ada siswa yang belum berani tampil, juga
karena keterbatasan waktu siswa untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut.
Pada aktivitas menyimpulkan materi pelajaran bersama guru selama
pembelajaran berlangsung terus mengalami peningkatan. Bahkan pada akhir pembelajaran menggunakan metode
penemuan terbimbing, seluruh siswa terlibat dalam penyimpulan materi pelajaran.
SIMPULAN DAN
SARAN
Simpulan
Penerapan
metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X3
SMAN 1 Pangkalan Kerinci pada materi Trigonometri. Aktivitas siswa mengalami
peningkatan dari siklus I ke siklus II pada enam indikator yang diamati yaitu
tanya jawab antar siswa dan antara siswa dengan guru, mengerjakan dan
mendiskusikan LKS, mempraktekkan langkah-langkah metode penemuan terbimbing,
menyajikan hasil kerja kelompok dan menyimpulkan materi pelajaran bersama-sama
guru.
Saran
Dalam
menerapkan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing, sebaiknya guru
membuat perencanaan yang matang sehingga pembelajaran berjalan secara
sistematis. Perencanaan yang matang menjadikan pemanfaatan waktu berjalan
efektif. Pembelajaran
menerapkan metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas
X3 SMAN 1 Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan pada pokok bahasan
trigonometri. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian
tindakan kelas menggunakan metode penemuan terbimbing, disarankan
mensosialisasikan terlebih dahulu metode yang akan digunakan kepada siswa.
Peneliti selanjutnya disarankan untuk memberikan inovasi-inovasi baru agar
penerapan metode penemuan terbimbing menjadi lebih menarik bagi siswa. Aktivitas
belajar matematika siswa. Pada penelitian ini masih sulit untuk mengamati
aktivitas siswa dalam pembelajaran karena hanya dibantu oleh satu orang
observer. Untuk itu, kepada peneliti selanjutnya yang berminat mendalami
melakukan penelitian tindakan kelas menggunakan metode penemuan terbimbing
disarankan agar dapat dibantu oleh lebih dari satu observer agar objektivitas
hasil penelitian dapat lebih ditingkatkan.
DAFTAR
RUJUKAN
Arends, Richard. 2008. Learning to Teach. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, Suharsimi. 1996. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Penerbit Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:
Penerbit Bumi Aksara.
Baharuddin dkk. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogyakarta:
Penerbit Ar-Ruzz Media.
Bahri, Syaiful. 2000. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukasi.
Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Chaidir, Kristina. 2008. Penerapan
Metode Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran Matematika di SMAN Padang. Tesis.
Tidak Diterbitkan
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Depdiknas.
______, 2007. Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: Departemen Pendidikan.
_____, 2006. Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan.
Dimyati dkk. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas.
Hudojo, Herman. 2001. Pengembangan Kurikulum Matematika dan
Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.
Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian dan Pendidikan Sosial
(Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta : Penerbit Gaung Persada Press.
Ibrahim dkk. 2003. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Penerbit Rineka
Cipta.
Markaban. 2006. Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Penemuan
Terbimbing. Departemen Pendidikan Nasional Pusat Pengembangan dan Penataran
Guru Matematika. Yogyakarta.
Masdwijanto. 2011. Perangkat Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan
Problem Based Learning pada materi segiempat kelas 7, (http://masdwijanto.files.wordpress.com/2011/04/microsoft-word-bab2.pdf diakses 6
Agustus 2011).
Muliyardi.
2003. Ketika Seni Bercumbu Dengan Matematika. Makalah Disajikan Pada
Seminar Nacional Difusi Inovasi Dalam Pembelajaran Matematika Di UPI, 6
September 2003.
Mulyasa. 2009. Praktek Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Penerbit
Rosdakarya.
Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Ruseffendi. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensi Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:
Penerbit Tarsito.
Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung:
Penerbit Alfabeta.
Saida. 2006. Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa
SMP Pembangunan dengan Pendekatan Kontekstual Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing. Tesis. Tidak
Diterbitkan. Padang : Universitas Negeri Padang.
Sofan dkk. 2010. Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam Kelas.
Jakarta: Penerbit Prestasi Pustakaraya.
Sardiman. 2010.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Thursman. 2000. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara.
T. Herman. 2006. Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Kerangka Berpikir
Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMP. Disertasi UPI: Tidak diterbitkan.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,
Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Jakarta: Penerbit Kencana.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivis. Surabaya : Penerbit Pustaka Publisher.
Winkel, WS. 1989. Psikologi Belajar. Jakarta:
Gramedia Widia Sarana.
Yamin, Martinis. 2009. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Penerbit Gaung Persada Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar