PENGGUNAAN MEDIA
PETA PIKIRAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS NASKAH DRAMA PADA SISWA KELAS XI IPA SEMESTER II SMA
NEGERI 2 BENGKALIS
TAHUN PELAJARAN
2009/2010
Herni
SMA Negeri 2 Bengkalis
Abstract
Teacher have tried to use a media to improve learning
activities. The focus of this research was to increase the skill of writing the
text of drama through the use mind map
media. Specifically, the aims of the research were to improve learning
activities and students motivation and achievement in learning Indonesian
language and writing the text of drama.
The research was conducted at the second semester of the XI grade Physical
sciences students who registered in 2009/2010 academic year of Public Senior
High Number 2 of Bengkalis. This classroom research was carried out in two
circles. Each circle followed four steps: planning, action, observation, and
reflection. The data were collected though the use of a: i) observation sheet
for learning activities, and ii) there was also an increase in students
learning achievement. Therefore, the finding of the research concluded that the
use of mind map media improved learning activities and the skill if writing the
text of drama.
_____________________
Kata Kunci: Media Peta
Pikiran, Keterampilan Menulis Naskah Drama
1. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ada
empat keterampilan yang diajarkan dalam
mata pelajaran bahasa Indonesia, yaitu: mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis. Keempat
aspek itu harus diajarkan secara terpadu
dan dengan porsi yang seimbang. Berdasarkan
aktivitas penggunaannya keterampilan membaca dan menyimak tergolong
keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif. Sedangkan keterampilan berbicara
dan menulis termasuk keterampilan berbahasa yang bersifat produktif. Kedua
keterampilan yang produktif ini memiliki hubungan yang sangat erat. Keduanya
merupakan keterampilan berbahasa untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan yang
ada pada diri seseorang melalui simbol-simbol bahasa. Dilihat dari segi sistem
bahasa, baik keterampilan berbicara maupun menulis memerlukan penguasaan
terhadap sistem kaidah bahasa. Selain itu kedua keterampilan ini sama-sama
memerlukan penguasaan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antara penutur
(pembicara/penulis) dengan penerima (penyimak/pembaca).
Menulis menduduki posisi penting dalam pembelajaran
bahasa di semua jenjang. Lebih banyaknya kompetensi dasar menulis dari
kompetensi dasar yang lain
menguatkan dugaan itu di samping menunjukkan cakupan materi menulis yang luas. Tidak kita
pungkiri bahwa kompetensi menulis sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Hal itu
terkait dengan banyaknya fungsi dan tujuan menulis. Menulis kini tidak
lagi sekadar dipahami sebagai proses pengungkapan gagasan atau cara berkomunikasi
melalui tulisan. Menulis telah menjadi
gaya dan pilihan untuk mengaktualisasikan jati diri, alat untuk membebaskan
diri dari berbagai tekanan emosi, sarana membangun rasa percaya dan kebanggaan
diri, dan juga sarana untuk berkreasi
dan rekreasi.
Meskipun tujuan khusus pembelajaran keterampilan menulis
sebagaimana yang tercantum dalam kurikulum mata pelajaran bahasa Indonesia
untuk SMA agar siswa memiliki kebiasaan, kegemaran dan terbiasa menulis, pada
kenyataannya kegiatan menulis sangat sedikit dilakukan oleh siswa .
Pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia lebih didominasi oleh
keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif seperti membaca dan menyimak.
Pembelajaran menulis lebih banyak disajikan dalam bentuk teori-teori yang
merupakan karateristik pendekatan tradisional.
Berdasarkan pengalaman penulis, keterampilan menulis naskah drama siswa SMA masih
rendah. Hal ini bisa dilihat dari ketidakmampuan menyusun dialog, diksi yang
kurang tepat, akhir cerita yang tidak jelas, karakter tokoh kurang menonjol,
alur cerita kurang runtut, dan tidak mampu memunculkan konflik. Dampak dari gejala tersebut menyebabkan hasil
belajar siswa rendah. Ini terbukti dari perolehan nilai ulangan harian, hanya
sekitar 50% siswa yang tuntas. Indikator yang
digunakan untuk mengukur keterampilan menulis naskah drama adalah: isi drama,
penggunaan ejaan dan tanda baca, penggunaan diksi dalam dialog, penggunaan
kalimat dalam dialog, dan penggambaran latar dalam drama. Untuk meningkatkan
keterampilan siswa dalam menulis naskah drama, penulis akan menggunakan media
peta pikiran.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas,
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah media peta pikiran dapat meningkatkan keterampilan
menulis naskah drama pada siswa kelas XI IPA semester II SMA Negeri 2 Bengkalis
Tahun Pelajaran 2009/2010?
2. Apakah media peta pikiran dapat meningkatkan aktivitas
dan kreativitas menulis naskah drama pada siswa kelas XI IPA semester II SMA
Negeri 2 Bengkalis Tahun pelajaran 2009/2010?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Meningkatkan keterampilan menulis naskah drama pada siswa
kelas XI IPA semester II SMA Negeri 2 Bengkalis Tahun Pelajaran 2009/2010.
2. Meningkatkan aktivitas dan kreativitas menulis naskah
drama pada siswa kelas XI IPA semester II SMA Negeri 2 Bengkalis Tahun
pelajaran 2009/2010.
D.
Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada guru bahasa Indonesia tentang
media peta pikiran sebagai salah satu alternatif media pembelajaran untuk
meningkatkan keterampilan, aktivitas, dan kreativitas dalam menulis naskah
drama.
2. Memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar
menulis naskah drama dengan media peta pikiran.
3. Meningkatkan motivasi dan minat siswa pada kegiatan
menulis pada umumnya dan menulis naskah drama khususnya.
II. LANDASAN TEORI
A.
Peta Pikiran
Peta pikiran adalah teknik pemanfaatan keseluruhan otak
dengan menggunakan citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk
kesan. Peta Pikiran menggunakan pengingat-pengingat visual dan sensorik dalam
suatu pola dari ide-ide yang berkaitan, seperti peta jalan yang digunakan untuk
belajar, mengorganisasikan, dan merencanakan (DePorter, 2001:153). Peta ini
dapat membangkitkan ide-ide orisinal dan memicu ingatan yang mudah. Ini jauh
lebih mudah daripada metode pencatatan tradisional karena mengaktifkan belahan
kedua otak. Cara ini juga menyenangkan, menyenangkan, dan kreatif. Ini adalah teknik
yang sangat efektif yang dapat digunakan dalam membaca dan membuat tulisan
(artikel atau pun buku). Jika dalam membaca, Peta Pikiran digunakan untuk
memahami kerangka berpikir penulis, dalam menulis Peta Pikiran digunakan untuk
mengembangkan kerangka berpikir tulisan.
Pemetaan Pikiran
hanyalah sebuah metode dengan menggunakan seluruh pusat intelegensi, termasuk
melibatkan rima, irama, repetisi, dan
musik. Peta Pikiran akan membantu menghubungkan gagasan-gagasan utama dengan pola
dan asosiasi (Dryden, 2001:167).
Selain menjadi metode yang efektif dalam pencatatan, peta
pikiran berfungsi untuk pekerjaan-pekerjaan lainnya. Peta Pikiran juga ideal
untuk menulis, termasuk menulis laporan dan makalah meskipun memerlukan lebih
dari satu peta untuk topik-topik dengan banyak detail (DePorter, 2001:159).
Selanjutnya Bobbi mengemukakan langkah-langkah untuk
membuat peta pikiran, yaitu:
1) Tulis gagasan utamanya di tengah-tengah kertas dan
lingkupilah dengan lingkaran, persegi atau bentuk lain.
2) Tambahkan sebuah cabang yang keluar dari pusatnya untuk
setiap poin atau gagasan utama. Jumlah cabang-cabangnya akan bervariasi, tergantung
dari jumlah gagasan atau segmen. Gunakan warna yang berbeda untuk tiap-tiap
cabang.
3) Tulislah kata kunci atau frasa pada tiap-tiap cabang yang dikembangkan untuk
detail. Kata-kata kunci adalah kata-kata yang menyampaikan inti sebuah gagasan
dan memicu ingatan.
4) Tambahkan simbol-simbol dan ilustrasi untuk mendapatkan
ingatan yang lebih baik.
Untuk menggambarkan prinsip peta pikiran dalam praktik,
ada beberapa poin utama yang harus diperhatikan, yaitu:
1) Bayangkan sel-sel otak seperti pohon, masing-masing
menyimpan informasi yang berhubungan pada cabang-cabangnya.
2) Cobalah susun kembali kata-kata kunci, dari topik mana
pun, di atas selembar kertas putih dengan format pohon yang sama.
3) Mulailah dengan gagasan inti-biasanya dengan satu simbol
di tengah halaman, lalu gambarlah cabang-cabangnya menyebar di sekelilingnya.
4) Catat hanya satu kata atau simbol untuk setiap poin yang
ingin diingat. Satu tema utama untuk setiap cabang.
5) Letakkan poin-poin yang berhubungan pada cabang utama
yang sama, masing-masing membentuk subcabang.
6) Gunakan pinsil atau spidol berwarna untuk topik-topik
yang berhubungan.
7) Lukislah sebanyak mungkin gambar atau simbol.
8) Ketika melengkapi setiap cabang, lingkari dengan garis
batas berwarna (Dryden, 2001:165).
Beberapa penerapan praktis pemetaan
pikiran diulas oleh Wycoff dalam buku
"Menjadi Superkreatif Dengan Pemetaan Pikiran". Delapan manfaat
pemetaan pikiran yang dijelaskan untuk pengembangan diri antara lain:
1) Dalam
bidang penulisan.
2) Bidang
manajemen projek.
3) Untuk
memperkaya kegiatan curah gagasan.
4) Untuk
mengefektifkan rapat.
5) Menyusun
daftar tugas.
6) Melakukan presentasi yang dinamis.
7) Membuat catatan yang memberdayakan diri.
8) Untuk
mengenali diri (Wycoff, 2002:49).
B.
Menulis Naskah Drama
Kemampuan menulis adalah kemampuan menggunakan pola-pola
bahasa dalam penampilannya secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan
atau pesan (Rusyana, 1984:90).
Keterampilan menulis (Akhdiyah, dkk,
1997: 9) adalah:
1) Suatu bentuk komunikasi.
2) Suatu proses pemikiran yang dinulai dengan gagasan yang
akan disampaikan.
3) Bentuk komunikasi yang berbeda dengan bercakap-cakap,
dalam tulisan tidak terdapat intonasi, ekspresi wajah, gerakan fisik, serta
situasi yang menyertai percakapan.
4) Suatu ragam komunikasi yang dilengkapi dengan alat-alat
penjelas serta ejaan dan tanda baca.
5) Bentuk komunikasi untuk menyampaikan gagasan penulis
kepada khalayak pembaca yang dibatasi oleh jarak, tempat, dan waktu
Secara umum tujuan
dari keterampilan menulis adalah :
1) Memberikan arahan, yakni memberikan petunjuk kepada orang
lain dalam mengerjakan sesuatu, misalnya petunjuk cara mengerjakan mesin,
petunjuk penggunaan atau meminum obat, atau arahan tentang merangkai bunga.
2) Menjelaskan sesuatu, yaitu memberikan uraian atau
penjelasan tentang suatu hal yang harus diketahui oleh orang lain, misalnya
penjelasan tentang pentingnya memelihara kelestarian lingkungan hidup.
3) Menceritakan kejadian, yaitu memberikan informasi tentang
sesuatu yang berlangsung di suatu tempat pada suatu waktu, misalnya
menceritakan tentang perjuangan Tuanku Imam Bonjol dalam menghadapi penjajahan.
4) Meringkaskan, yaitu membuat rangkuman atau tulisan
sehingga menjadi lebih singkat, misalnya dari seratus lima puluh halaman
menjadi lima halaman, namun ide pokoknya tidak hilang (Semi, 1990: 12).
Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang
grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami seseorang sehingga orang
lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa
dan lambang grafik tersebut (Syafi’i, 1993:21). Lambang-lambang grafik yang
ditulis merupakan representasi bahasa tertentu sehingga memiliki makna tertentu
pula yang dapat dipahami oleh orang lain (pembaca).
Kecakapan menulis
merupakan ciri-ciri orang atau bangsa yang terpelajar. Tulis menulis digunakan
oleh orang yang terpelajar untuk mencatat, merekam, meyakinkan, melaporkan, dan
mempengaruhi orang lain. Aktivitas ini hanya bisa dilakukan oleh mereka yang
mampu menyusun pikirannya dan lalu mengutarakannya dengan jelas. Kejelasan
tersebut bertalian erat dengan pikiran, organisasi, pemakaian kata-kata, dan
struktur kalimat (Morsey dalam Wibowo, 2001:17).
Menulis dapat
dipahami sebagai keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang dalam mengungkapkan
gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami
dengan tepat seperti yang dimaksud oleh penulis (Fachrudin, 1988:2).
Menulis merupakan kegiatan berpikir teratur. Keteraturan
dalam menulis ini tampak pada keteraturan menuangkan gagasan dan menggunakan
kaidah-kaidah bahasa. Agar gagasan dapat diterima dengan baik oleh pembaca,
maka seorang penulis harus menguasai tujuan penulisan dan konteks berbahasa
serta kaidah-kaidah bahasa.
Drama berasal dari pengalaman pribadi, pengalaman orang
lain, atau hasil pemikiran, dan imajinasi (Dawud, dkk., 204:222). Penulisan
drama menggunakan bahasa yang sesuai untuk mendeskripsikan watak manusia
melalui dialog, menghidupkan konflik, dan memunculkan penampilan, Persoalan
tersebut kemudian diolah menjadi unit-unit peristiwa yang seakan-akan
benar-benar terjadi. Kisah yang dijalin dalam naskah drama akan menjadi menarik
jika dikembangkan dengan konflik. Konflik dapat berupa konflik individu dengan
dirinya sendiri, individu dengan individu yang lain, individu dengan kelompok,
kelompok dengan kelompok, dan individu atau kelompok dengan alam.
Pengalaman yang menarik biasanya menimbulkan kesan yang
mendalam, unik dan mengandung pelajaran hidup yang bermanfaat. Pengalaman yang
menarik dapat dikisahkan kembali dengan mengingat pokok-pokok peristiwa yang
terjadi, masalah yang dihadapi para tokoh, serta watak dan peran setiap tokoh
dalam peristiwa tersebut.
Rangkaian plot
(peristiwa) dapat disusun dengan pola eksposisi, konflik awal,
komplikasi, klimaks, penurunan, dan penyelesaian.
1) Pada tahap eksposisi, pengarang memperkenalkan masalah,
tokoh dan karakter tokoh, serta waktu dan tempat terjadinya peristiwa.
2) Pada tahap konflik awal, tokoh mulai terlibat persoalan
dengan tokoh lain, baik secara individu maupun kelompok. Biasanya konflik ini
merupakan titik tolak untuk membangun
konflik lain yang lebih panas.
3) Pada tahap komplikasi, tokoh terlibat persoalan yang
lebih serius, baik dengan tokoh yang
telah berkonflik sebelumnya, atau dengan tokoh lain, sehingga konflik semakin
menajam.
4) Pada tahap klimaks, konflik menajam ke arah puncak.
Masing-masing tokoh memberikan pilihan atau tawaran jalan keluar. Tokoh jahat
dan tokoh baik sama-sama menggapai keinginannya. Untuk itu, masing-masing tokoh
dapat memanfaatkan tokoh lain untuk memihak kepadanya. Akan tetapi, perangai
tokoh akan menentukan jalan keluar yang dipilih. Sebaliknya, tokoh jahat akan
memilih penyelesaian yang sesuai dengan keinginan dirinya pula.
5) Pada tahap penurunan laku, konflik mulai berbeda.
Masing-masing tokoh menempuh penyelesaian
yang diputuskan masing-masing dengan atau tanpa kesepakatan.
6) Pada tahap penyelesaian, pertentangan antar kekuatan
telah berakhir. Jika penulis naskah menghendaki tema untuk mengedepankan
kebaikan, lazimnya tokoh antagonis akan mengalami kekalahan. Akan tetapi jika
pengarang ingin menunjukkan bahwa sebuah kebaikan itu tidak mudah diraih, maka
biasanya tokoh baik diletakkan pada posisi kalah.
Satuan-satuan peristiwa yang telah tersusun selanjutnya digunakan sebagai
kerangka penulisan naskah drama. Satuan-satuan peristiwa tersebut dijabarkan
melalui dialog yang diucapkan para tokoh. Untuk memperjelas kisah yang akan
ditulis, pada awal naskah lazimnya disertakan penjelasan tentang para tokoh dan
keterangan tentang latar (setting) yang dibutuhkan.
Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang
diproyeksikan di atas pentas. Jika menonton drama, kita seakan melihat kejadian
dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan kita. Konflik yang disajikan dalam
drama kerap kita lihat dalam kehidupan sehari-hari (Eti, 2005:186).
Dalam drama konflik memang diperlukan. Konflik biasanya
dibangun oleh pertentangan para tokohnya. Dengan pertikaian itu muncullah dramatic action. Dari konflik itulah
cerita drama dibangun. konflik dapat dijadikan tema drama dan tinggal
mengembangkan konflik itu dalam percakapan antartokohnya.
Setelah penentuan tokoh, tentukan karakter setiap tokoh.
Tokoh sentral atau tokoh protagonis adalah tokoh yang mendukung cerita. Biasnya
tokoh ini diberi watak yang baik. Sebaliknya tokoh antagonis adalah tokoh yang
menentang arus cerita.
Setelah menentukan tokoh dan penokohan, tentukan latar
yang mendukung cerita. Latar dalam drama meliputi tiga dimensi, yaitu tempat,
ruang, dan waktu. Dalam naskah drama penjelasan mengenai latar disampaikan pada
awal naskah drama atau sebagai penjelasan dalam percakapan para pelaku.
Langkah selanjutnya dalam menulis naskah drama adalah
menyusun dialog antartokoh. Dialog yang akan dibuat bisa menggunakan percakapan
sehari-hari. Dialog dilengkapi dengan petunjuk penampilannya. Petunjuk
penampilan digunakan untuk mempermudah penampilan atau akting para tokoh yang
memerankan drama.
III. METODOLOGI
PENELITIAN
A.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Kecamatan
Bengkalis Kabupaten Bengkalis. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus
pertama dilakukan dua kali pertemuan yaitu tanggal 18 dan 20 Mei 2010 dan
siklus kedua tanggal 26 dan 27 Mei 2010.
B.
Subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1
SMA Negeri 2 Bengkalis Semester II Tahun
Pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 38 orang.
C.
Teknik Pengumpulan Data
1) Teknik analisis untuk aktivitas siswa dalam pembelajaran
menggunakan nilai rata-rata dari 8 aspek pengamatan selama pembelajaran
berlangsung.
2) Teknik analisis data untuk penilaian hasil belajar siswa dengan tes yang dilaksanakan setelah
pembelajaran.
D.
Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dikelompokkan kemudian dianalisis
dengan menggunakan analisis deskriptif (analisis ketuntasan belajar). Analisis
ini bertujuan untuk memperlihatkan tingkat penguasaan dan
ketuntasan/keberhasilan belajar siswa.
Seorang siswa dikatakan tuntas secara individu, apabila siswa tersebut
memperoleh daya serap minimal 65, sedangkan ketuntasan klasikal sebesar (85%).
Persentase ketuntasan ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
PI = SS x 100%
SM
Keterangan:
PI = Menyatakan Persentase Ketuntasan Individu
SS = Menyatakan Skor yang Diperoleh Siswa
SM = Menyatakan Skor Maksimal
Selanjutnya suatu kelas dinyatakan memperoleh ketuntasan
belajar apabila siswanya mendapat 85% tuntas belajar. Persentase ketuntasan
belajar siswa secara klasikal dihitung dengan menggunakan rumus:
PK = JI x 100%
JS
Keterangan:
PK = Menyatakan Persentase Ketuntasan Klasikal
JT = Menyatakan Jumlah Siswa yang Tuntas
JS = Menyatakan Jumlah Seluruh Siswa
Sedangkan data hasil pengamatan dianalisis dengan
memperhatikan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran dalam kelompok
berjalan (Depdiknas, 2004: 15).
IV. HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan
Tindakan
1. Siklus I
a. Perencanaan
1) Menentukan
materi pembelajaran
2) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
3) Membuat media pembelajaran
4) Membuat alat penilaian (instrumen)
5) Membuat lembar observasi
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan
tindakan yang dilakukan pada siklus I ini adalah sebagai berikut :
1) Siswa mencermati penjelasan guru tentang unsur-unsur
drama
2) Siswa mengamati peta pikiran yang dipajang guru
3) Siswa berkelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang
4) Masing-masing kelompok mengembangkan beberapa kata
kunci untuk mendeskripsikan watak tokoh
5) Siswa mengarang dialog antartokoh untuk menampilkan
konflik
6) Perwakilan kelompok menampilkan pementasan drama singkat
yang telah dikarang sebelumnya
7) Kelompok yang lain menanggapi dan memberikan masukan
8) Setiap kelompok menyelesaikan naskah drama secara
lengkap.
c. Pengamatan
1) Masih dijumpai siswa yang tidak berpartisipasi dalam
kegiatan kelompok
2) Suasana
kelas sedikit ribut.
3) Belum
terlihat komunikasi dua arah sehingga siswa belum mampu memahami bagaimana cara
menyusun dialog berdasarkan peta
pikiran.
4) Pengaturan
waktu kurang cermat sehingga kegiatan diskusi tidak berlangsung secara
maksimal.
2. Refleksi
1) Masih banyak siswa yang belum mengerti penjelasan guru.
2) Siswa belum memahami bagaimana mengembangkan kata kunci
pada peta pikiran.
3)
Masih dijumpai nilai siswa
yang belum tuntas.
2. Siklus II
a. Perencanaan
1) Menentukan materi pembelajaran
2) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
3) Membuat media pembelajaran
4) Membuat alat penilaian (instrumen)
5) Membuat lembar observasi
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan yang dilakukan pada siklus II ini
tetap memberlakukan siklus I dengan berbagai revisi sebagai berikut:
1) Memberikan kepercayaan kepada siswa untuk mengkondisikan
pekerjaannya.
2) Membimbing siswa mengerjakan tugasnya, baik dalam
kelompok maupun individu.
3) Memberikan penghargaan kepada siswa yang menyelesaikan
tugasnya dengan baik.
c. Pengamatan
1) Motivasi
siswa untuk belajar semakin meningkat, hal ini terjadi karena siswa menemukan
hal baru dalam proses belajar.
2) KBM berjalan lancar, hal ini terlihat dari ketepatan
siswa menyelesaikan tugasnya.
3) Siswa antusias mengikuti kegiatan belajar mengajar.
4) Suasana belajar tenang dan terkendali.
5) Hasil
belajar meningkat.
d. Refleksi
1) Siswa sudah terbiasa dengan media Peta Pikiran.
2) Kegagalan belajar siswa sudah teratasi, hal ini dapat
dilihat pada hasil belajar siswa.
3) Motivasi belajar siswa tinggi.
4) Aktivitas siswa tinggi.
5) Karena hasil belajar siswa meningkat, dan tingkat
kegagalan siswa sudah berkurang,maka
tidak dilakukan perbaikan pada siklus berikutnya.
B. Analisis
Data Temuan Penelitian
Data hasil penelitian ketuntasan
individu dan klasikal siswa kelas XI IPA
Semester II SMAN 2 Bengkalis Kecamatan Bengkalis Tahun Pelajaran
2009/2010 dengan menerapkan media Peta Pikiran
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1
|
Ketuntasan Hasil Belajar Menulis naskah drama pada
Siswa Kelas XI Semester II SMA Negeri 2 Bengkalis Tahun Pelajaran 2009/2010
|
|||||
No
|
Uraian
|
Ketuntasan Belajar
|
||||
Individu
|
Klasikal
|
|||||
Tuntas
|
Tidak Tuntas
|
|||||
N (%)
|
N (%)
|
N (%)
|
||||
1
|
Siklus I
|
33 (87%)
|
5 (13%)
|
87% (Tuntas)
|
||
2
|
Siklus II
|
35 (92%)
|
3 (8%)
|
92% (Tuntas)
|
||
Data hasil penelitian daya serap siswa kelas XI Semester II SMA Negeri 2 Bengkalis Tahun
Pelajaran 2009/2010 dengan
menggunakan media Peta Pikiran dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2
|
Daya Serap Menulis Naskah Drama Siswa Kelas XI Semester II SMA Negeri 2 Bengkalis
Tahun Pelajaran 2009/2010
|
||||
No
|
Kategori
|
Siklus I
|
Siklus II
|
||
N (%)
|
N (%)
|
||||
1
|
90-100 (Amat Baik)
|
3 (8%)
|
6 (16%)
|
||
2
|
80-89 (Baik)
|
9 (24%)
|
9 (24%)
|
||
3
|
70-79 (Cukup)
|
13 (34%)
|
18 (47%)
|
||
4
|
60-69 (Kurang)
|
9 (24%)
|
4 (10%)
|
||
5
|
< 60 (Amat Kurang)
|
4 (10%)
|
1 (3%)
|
||
Rata-Rata (Daya Serap)
|
71%
|
76%
|
|||
C. Pembahasan
Setelah dilakukan pelaksanaan, pemantauan,
evaluasi, dan refleksi atas perbaikan menulis naskah drama dengan media peta
pikiran pada siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 2 Bengkalis Tahun Pelajaran
2009/2010, diperoleh hasil pembelajaran, motivasi, dan aktivitas belajar
mengalami peningkatan. Peningkatan terjadi pada ketuntasan individu, ketuntasan
klasikal, dan daya serap siswa.
Pada siklus I ketuntasan belajar siswa baik
individu maupun klasikal mengalami peningkatan. Pada
siklus I siswa yang memperoleh rentang nilai 90-100 sebanyak 3 (8%), tetapi
setelah dilakukan perbaikan pada siklus II mengalami peningkatan, yaitu
sebanyak 6 (16%), mengalami peningkatan sekitar (8%). Sedangkan siswa yang
memperoleh nilai < 60 pada siklus I terdapat sebanyak 4 (10%). Setelah
dilakukan perbaikan pada siklus II, siswa yang memperoleh nilai < 60 sudah
berkurang, hanya tinggal 1 (3%) siswa saja, mengalami penurunan sebesar (7%).
Ketuntasan klasikal pada siklus I hanya 87%.
Setelah dilakukan perbaikan pada siklus II, ketuntasan klasikal meningkat
menjadi 92%. Peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 5%.
Sedangkan daya serap siswa pada siklus I
hanya sebesar 71%. Setelah dilakukan perbaikan pada siklus II, daya serap siswa
mengalami peningkatan menjadi (76%), mengalami peningkatan sebesar (5%).
Di samping peningkatan
ketuntasan individu, ketuntasan klasikal, dan daya serap siswa, juga terjadi
peningkatan terhadap motivasi, minat, aktivitas, dan kreativitas siswa dalam
mengikuti pembelajaran. Faktor itulah yang menyebabkan hasil belajar siswa
meningkat.
Para ahli mengatakan,
apabila motivasi, terutama motivasi intrinsik dan minat belajar siswa tinggi
terhadap suatu mata pelajaran dipastikan hasilnya akan baik. Bila seseorang
telah memiliki motivasi instrinsik dalam dirinya maka ia secara sadar akan
melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya.
Dalam aktivitas belajar, motivasi instrinsik sangat diperlukan terutama belajar
secara individu. Seseorang yang tidak memiliki motivasi instrinsik akan
mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas belajar secara terus menerus
(Djamarah, 2008: 150).
Sebaliknya seseorang
yang memiliki motivasi instrinsik selalu ingin maju dalam belajar. Keinginan
itu dilatarbelakangi oleh pemikiran yang positif, bahwa semua mata pelajaran
yang dipelajari sekarang akan dibutuhkan dan sangat berguna untuk masa
mendatang dalam proses pembelajaran selanjutnya.
Sehubungan
dengan penerapan media peta pikiran pada mata pelajaran bahasa Indonesia aspek
keterampilan menulis naskah drama sangat tepat sekali digunakan. Sebab media
peta pikiran dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
Meningkatnya
hasil belajar bahasa Indonesia aspek keterampilan menulis naskah drama,
disebabkan penggunaan media peta pikiran dapat merangsang siswa untuk berpikir
secara kreatif. Kata-kata kunci yang tercantum dalam peta pikiran merupakan
jembatan yang menghubungkan kata dengan kata, kalimat dengan kalimat, sehingga
terangkai menjadi dialog dalam drama. Penggunaan media ini juga melibatkan
siswa untuk berpikir secara individu dan
terlibat secara langsung dalam kelompok.
Dengan
keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran tersebut, akan
memudahkan siswa memahami materi yang disampaikan guru. Di samping itu, akan
memudahkan siswa mencerna dan mengimplementasikan materi ajar ke dalam bentuk
soal-soal yang diberikan guru.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
1.
Penggunaan
media peta pikiran dapat meningkatkan
hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 Semester II Tahun Pelajaran 2009/2010.
2. Dengan menggunakan media peta pikiran, pembelajaran
terlihat lebih bervariasi dan menantang siswa lebih aktif, kreatif, dan fokus dalam belajar.
3. Pemahaman siswa terhadap materi lebih meningkat, karena
siswa diberikan kesempatan untuk berdiskusi dan bertanya.
4. Hasil pengamatan teman sejawat, pembelajaran dengan media
Peta Pikiran cukup berhasil dalam memotivasi semangat dan aktivitas belajar
siswa.
B. Saran
1. Gunakan media peta pikiran, sebab media peta pikiran
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Gunakan media peta pikiran, sebab dengan media peta
pikiran pembelajaran terlihat lebih bervariasi dan menantang siswa lebih aktif,
kreatif, dan fokus dalam belajar.
3. Gunakan media peta pikiran, sebab dengan media peta
pikiran pemahaman siswa
terhadap materi lebih meningkat, karena siswa diberikan kesempatan untuk
berdiskusi dan bertanya.
4. Gunakan media peta pikiran, sebab media peta pikiran
cukup berhasil dalam memotivasi semangat dan aktivitas belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, dkk,. 1991. Pembinaan Kemampuan Menulis
Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
AR, Syamsuddin. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Dalyono. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Dawud, dkk. 2004. Pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas XI. Malang: Erlangga
Depdikbud. 1995. Sistem Penilaian Pembelajaran.
Jakarta. Depdikbud.
Depdiknas. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
-------------. 2004. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pembelajaran Bahasa
Indonesia. Jakarta: Depdiknas.
DePorter, Bobbi dan Mack Hernacki. 2001. Quantum Learning. Bandung: Kaifa.
Dhieni, Nurbiana, dkk., 2005. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka.
Djamarah, Syaiful
Bahri. 2002. Strategi Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Dryden, Gordon dan Jeannette Vos. Revolusi Cara Belajar (The Learning
Revolution). Bandung: Kaifa.
Eti, Nunung Yuli, dkk. 2005. Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia 2. Klaten: Intan Pariwara.
Fachrudin,
A.E. 1988. Dasar-Dasar Keterampilan Menulis. Jakarta : Depdikbud.
Hamalik, Oemar. 2003. Proses
Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hudojo, Herman. 1990. Pengembangan Kurikulum. Surabaya:
Usaha Nasional.
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Straregi Pembelajaran Bahasa. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Keraf, Gorys. 1980. Komposisi. Jakarta: Nusa
Indah.
Kunandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung: Remaja RosdaKarya.
Purwanto, Ngalim. 2007. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya.
Sadiman, R.,
Haryono. 1990. Media Pendidikan:
Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali.
Sardiman. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang
mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta
Syafi’i, Imam. 1993. Terampil Berbahasa Indonesia 1
(Petunjuk Guru Bahasa Indonesia). Jakarta:Depdikbud.
Sudjana, Nana. 1990. Penilaian
Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:Sinar Baru Algensindo.
------------------. 2000. Dasar-Dasar
Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sutama, I Made. 1998. Pemanduan Pendekatan
Konteks, Proses, dan Pola dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran Menulis
(Hasil Penelitian). Singaraja: STKIP.
Syah, Muhibbin. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Tarigan, H.G. 1981. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa. Bandung:Angkasa.
Wibowo, Wahyu. 2001. Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Winkel, W.S. 2008 . Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.
Wycoff, Joyce. 2002. Menjadi
Superkreatif dengan Pemetaan Pikiran. Bandung: Kaifa
Zuchdi, Darmiyati. 1997. Pembelajaran Menulis dengan
Pendekatan Proses. Yogyakarta. FPBS IKIP Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar