Halaman

Kamis

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT DAN TSTS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII.1 SMPN 26 PEKANBARU



PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT DAN TSTS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII.1
SMPN 26 PEKANBARU

Lily Deswita
SMPN Negeri 26 Pekanbaru

Abstract: Students’ learning achievement of the second year students at SMP Negeri 26 Pekanbaru was not satisfied yet. Methods and the learning models which were used before did not help much in improving students’ learning achievement. Therefore, the researcher tried to solve the problem by applying cooperative learning model NHT and TSTS type in the teaching learning process in match sciences. This was a class action reseach which was done in two cycles. The data of students’ activity was analyzed by determining the percentage of the students who were involved in every meeting and the result of data analysis from the first cycle to the second showed that students’ activity and students’ learning achievement improved. Syudents’ learning outcomes from 70,31% in the first cycle into 84,92% in the second cycle. The average scoe of the student also improvement could be achieved after the application of cooperative learning model NHT and TSTS type which put the students as the subject of the learning and this learning model enable the students to construct their knowledge.

Keywords: cooperative learning, NHT type, TSTS type, learning activity. learning outcomes

Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan berbagai usaha telah dilakukan pemerintah, di antaranya meningkatkan mutu guru, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta melengkapi saran dan prasarana pendidikan. Matematika merupakan bidang ilmu yang mempunyai peranan penting dalam menunjang ilmu pengetahuan dan teknologi. Hudoyo (1998) mengemukakan bahwa matematika bukanlah ilmu yang hanya untuk keperluan dirinya sendiri, tetapi juga matematika ilmu yang bermanfaat untuk ilmu-ilmu lain.
Begitu pentingnya pelajaran matematika bagi pendidikan, karena matematika merupakan salah satu sarana berpikir ilmiah yang diperlukan untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, sistematis dan kritis. Dalam kurikulum 2006 disebut bahwa pelajaran matematika memiliki tujuan agar peserta didik mempunyai kemampuan sebagaimana tercakup dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yaitu: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasi konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti untuk menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) Memiliki sikap mengharagai keguanaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006).
Untuk mencapai tujuan di atas, dibutuhkan proses pembelajaran yang menata cara berfikir dan mengubah tingkah laku siswa. Sujdana (1989) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang sebagai hasil belajar, dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan, kemampuannya dan reaksinya.
Dengan memperhatikan tujuan dari mata pelajaran matematika maka seharusnya pembelajarannya di sekolah-sekolah merupakan suatu kegiatan yang disenangi, menantang dan bermakna bagi peserta didik. Kegiatan belajar mengajar mengandung arti interaksi dari berbagai komponen, seperti guru, murid, bahan ajar, dan saran lain yang digunakan pada saat kegiatan berlangsung. Lubis (2004) menyatakan bahwa ”Kegiatan belajar mengajar (KBM) merupakan interaksi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan sumber belajar lainnya dalam satu kesatuan waktu dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.”
Suryosubroto (1997) menyatakan bahwa ”Kemampuan mengelola proses belajar mengajar adalah kesanggupan atau kecakapan para guru dalam menciptakan suasana komunikasi yang edukatif antara guru dan peserta didik yang mencakup segi kognitif, afektif dan psikomotor, sebagai upaya mempelajari sesuatu berdasarkan perencanaan sampai dengan tahap evaluasi dan tindak lanjut hingga tercapai tujuan pengajaran.”
Dari uraian di atas diasumsikan bahwa mata pelajaran matematika mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang ilmu pengetahuan dan teknologi  dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal. Hal yang menjadi hambatan selama ini dalam pembelajaran matematika adalah kurang dikemasnya pembelajaran matematika dengan metode yang kurang menarik, menantang, dan menyenangkan. Para guru seringkali menyampaikan materi matematika apa adanya (konvensional), sehingga pembelajaran matematika cenderung membosankan dan kurang menarik minta para siswa yang pada gilirannya prestasi belajar siswa kurang memuaskan. Di sisi lain juga ada kecendeerungan bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran masih rendah. Setidaknya ada tiga indikator yang menunjukkan hal ini. Pertama, siswa kurang memiliki keberanian untuk menyampaikan pendapat kepada orang lain. Kedua, siswa kurang memiliki kemampuan untuk merumuskan gagasan sendiri. Dan ketiga, siswa belum terbiasa bersaing menyampaikan pendapat dengan teman yang lain.
Pembelajaran matematika sering dianggap sebagai suatu kegiatan yang membosankan, sulit, tidak bermakna serta kurang terkait dengan kehidupan keseharian. Akibatnya banyak kritikan yang ditujukan kepada guru-guru yang mengajarkan matematika, antara lain rendahnya daya kreasi guru dan siswa dalam pembelajaran, kurang dikuasainya materi-materi matematika oleh siswa, dan kurangnya variasi pembelajaran.
Meningkatnya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, akan membuat pembelajaran lebih bermakna dan berarti dalam kehidupan anak. Dikatakan demikian, karena (1) adanya keterlibatan siswa dalam menyusun dan membuat perencanaan proses belajar mengajar, (2) adanya keterlibatan intelektual emosional siswa melalui dorongan dan semangat yang dimilikinya, (3) adanya keikutsertaan siswa secara kretif dalam mendengarkan dan memperhatikan apa yang disajikan guru.
Agar pembelajaran matematika menjadi pembelajaran yang aktif, kretaif, efektif dan menyenangkan (PAKEM), dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara yang cukup efektif adalah melalui penerapan model pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT (Numbered Heads Together) dan TSTS (Two Stay Two Stray). Oleh karena itu, perlu adanya penelitian tindakan kelas untuk membuktikan bahwa melalui penerpan model pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT dan TSTS dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika.
Hasil belajar merupakan faktor penting dalam pendidikan secara umum. Hasil belajar selalu dipandang sebagai perwujudan nilai yang diperoleh siswa melalui proses pembelajaran. Djamarah (1994) menyatakan hasil belajar asalah penilaian pendidikan tentang kemajuan setelah melakukan aktivitas belajar atau merupakan akibat dari kegiatan belajar. Kegiatan belajar yang dimaksud di sini berupa kegiatan kelompok atau individu. Nursito (2002) mendefinisikan hasil belajar adalah penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Ishaq (2002) mentakan bahwa hasil belajar merupakan pencapaian materi oleh siswa dalam proses belajar dan penguasaan materi yang disampaikan oleh guru dalam proses belajar mengajar. Agar hasil belajar seoptimal mungkin maka kegiatan belajar harus merencanakan proses belajar di mana terjadi proses pembelajaran. Nur (2002) menyatakan penilaian hasil belajar meliputi penilaian kelas yang berorientasi pada acuan patokan, ketuntasan belajar, menggunakan berbagai cara tes dan non-tes dan memberikan informasi akurat, adil, terbuka dan bertahap.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat peneliti simpulkan bahwa hasil belajar merupakan penguasaan atau komoetensi yang telah dikuasai atau dicapai siswa setelah melaksanakan pembelajaran. Sedangkan hasil belajar matematika pada penelitian ini adalah nilai atau skor yang diperoleh siswa dalam pembelajaran matematika setelah mengikuti proses pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS pada materi pokok Faktorisasi Suku-suku Aljabar sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Kagan (1992) tipe NHT ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagi ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat dan mempunyai tanggung jawab yang tinggi. Selain itu tipe NHT juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka.
      Kagan dalam Ibrahim dan kawan-kawan (2000) menyatakan penerapan strategi NHT sebagai ganti tanya jawab. Setelah guru menyelesaikan suatu penyajian singkat, atau setelah siswa membaca suatu tugas dengan menerapkan langkah-langkahnya sebagai berikut:
1)      Penomoran. Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggotakan 3-4 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 4.
2)      Mengajukan pertanyaan. Guru memberikan tugas masing-masing kelompok mengerjakannya.
3)      Berfikir bersama. Kelompok memutuskan pendapat atau berupa jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
4)      Menjawab. Guru memamnggil salah satu nomor tertentu, siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan hasil kerja sama mereka untuk seluruh kelas.
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS
Pada TSTS guru menyampaikan informasi kemudian siswa dikelompokkan pada kelompok yang terdiri dari 4 orang, di mana setelah berdiskusi dalam kelompok sendiri, dua orang anggota kelompoknya bertamu ke dua kelompok lain untuk mendapatkan informasi dan penjelasan tentang langkah-angkah penyelesaian yang belun diketahui oelh siswa yang datang dan memerima informasi dari tamu mereka. Kemudian anggota yang bertamu mohon diri dan kembali ke kelompok sendiri untuk melaporkan temuan mereka dari kelompok lain serta mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
Menurut Lie (2002) langkah pembelajaran TSTS adalah sebagai berikut:
1)      Siswa bekerjasama dalam kelompok seperti biasa.
2)      Setetlah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke dua kelompok lain.
3)      Dua orang yang tinggal (stay) dalam kelompok bertugas membagikan informasi mereka ke tamu mereka.
4)      Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
5)      Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka kembali.
Posisi kelompok dan perpindahan siswa pada penerapan mmodel pembelajaran kooperatif tipe TSTS
Gambar 1. Perpindahan Kelompok pada Teknik TSTS
Keterangan:
T : Siswa dengan kemampuan akademik tinggi
S : Siswa dengan kemampuan akademik sedang
R : Siswa dengan kemampuan akademik rendah
          Siswa yang pergi adalah siswa dengan kemampuan sedang (S)
          Siswa yang datang adalah siswa dengan kemampuan sedang (S)
Dalam teknik TSTS siswa sebagai anggota kelompok mempunyai tugas masing-masing. Teknik TSTS memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama tidak hanya dengan kelompok sendiri tetapi juga dengan kelompok yang lain.
METODE
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan model Kurt Lewin. Penelitian tindakan Kelas ini bertujuan untuk memperbaiki kinerja guru, sehingga aktivitas dan hasil belajar siswa menjadi meningkat. Tempat pelaksanaannya di SMP Negeri 26 Pekanbaru Propinsi Riau pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2011 semester I tahun pelajaran 2011/2012 pada mata pelajaran Matematika dengan materi pokok faktorisasi suku-suku aljabar. Dalam hal ini peneliti berpartisipasi aktif dan terlibat langsung dalam penelitian bersama satu orang observer, penganalisaan data dan pelaporan data. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII.1 dengan jumlah siswa 36 orang, terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan
Tindakan yang diberikan adalah pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS. Prosedur penelitian melalui lima tahap yaitu: 1) tahapan persiapan, 2) penyajian kelas, 3) kegiatan kelompok, 4) melaksanakan evaluasi, 5) pengahargaan kelompok dan perhitungan ulangan skor dasar setiap kelompok.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil observasi diperoleh data aktivitas siswa selama siklus I seperti pada tabel 1.
Hasil penelitian diuraikan dalam tahapan yang berupa siklus-siklus pembelajaran yang dilakukan dalam proses belajar mengajar di kelas. Dalam penelitian ini pembelajaran dilakukan dalam dua siklus sebagaiamana pemaparan berikut.
1. Siklus Pertama (tiga pertemuan)
Siklur pertama terdiri dari empat tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi serta replanning, seperti berikut ini.
a. Perencanaan (Planning)
1)         Peneliti melakukan analisis kurikulum untuk menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS.
2)         Membuat rencana pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS.
3)         Membuat lembar kerja siswa
4)         Membuat instrumen yang digunakan dalam siklus PTK
5)         Menyususn alat evaluasi pembelajaran
b. Pelaksanaan (Acting)
Pada saat siklus pertama pelaksanaan belum sesuai dengan rencana. Hal ini disebabkan:
1)         Sebagian kelompok belum terbiasa dengan kondisi belajar berkelompok.
2)         Sebagian kelompok belum memahami langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS secara utuh dan menyeluruh.
Untuk mengatasi masalah di atas dilakukan upaya sebagai berikut:
1)         Guru secara intensif memberi pengertian kepada siswa kondisi dalam kelompok, kerjasama kelompok, keikutsertaan siswa dalam kelompok.
2)         Guru membantu kelompok yang belum memahami langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS.
Pada akhir siklus pertama dari hasil pengamatan guru dan kolaborasi dengan teman sejawat dapat disimpulkan:
1)         Siswa mulai terbiasa dengan kondisi belajar kelompok.
2)         Siswa mulai terbiasa dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS.
3)         Siswa mampu menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS memiliki langkah-langkah tertentu.
c. Observasi dan Evaluasi (Observation and Evaluation)
1)            Hasil observasi aktivitas siswa dalam PBM selama siklus pertama dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Perolehan Skor Aktivitas Siswa dalam PBM Siklus I
Kelompok
Skor Perolehan
Skor Ideal
Persentase
Keterangan
Statistika
9
16
56

Geometri
10
16
63

Aljabar
12
16
75

Aritmatika
12
16
75

Kalkulus
7
16
44
Terendah
Himpunan
9
16
56

Fungsi
8
16
50

Tabung
13
16
81
Tertinggi
Bola
10
16
63

Rerata
10
16
63


2)            Hasil observasi siklus 1. Aktivitas Guru dalam PBM
Hasil observasi aktivitas guru dalam kegiatan belajar mengajar pada siklus pertama masih tergolong rendah dengan perolehan skor 28 atau 64%, sedangkan skor idelanya 44. Hal ini terjadi karena lebih banyak berdiri di depan kelas dan kurang memberikan pengarahan kepada siswa sebagaimana melakukan pembelajaran secara kooperatif.
3)            Hasil evaluasi siklus 1. Penguasaan siswa terhadap meteri pembelajaran.
Selain aktivitas guru dalam PBM, penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran pun masih tergolong kurang. Dari skor ideal 100, skor perolehan rata-rata hanya mencapai 70,31 atau 70,31%.
d. Refleksi dan Perencanaan Ulang (Reflecting and Replanning)
Adapun keberhasilan dan kegagalan yang terjadi pada siklus pertama  adalah sebagai berikut.
1)            Guru belum terbiasa menciptakan suasana pembelajaran yang mengarah kepada pendekatan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS. Hal ini diperoleh hasil observasi terhadap aktivitas guru dalam PBM hanya mencapai 64%.
2)            Sebagian siswa belum terbiasa dengan kondisi belajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS. Mereka merasa senang dan antusias dalam belajar. Hal ini bisa dilihat dari hasil observasi terhadap aktivitas siswa dalam PBM mencapai 63%.
3)            Hasil evaluasi pada siklus pertama mencapai rata-rata 70,31.
4)            Masih ada kelompok yang belum bisa menyelesaikan tugas dengan waktu yang ditentukan. Hal ini karena anggota kelompok tersebut kurang serius dalam belajar.
5)            Dalam bertamu ataupun menyambut tamu siswa masih kurang aktif dalam memberi dan menerima informasi karena masih asing dengan model pembelajaran kooperatif yang dikolaborasikan antara NHT dan TSTS.
6)            Masih ada kelompok yang kurang mampu dalam mempresntasikan kegiatan.
Untuk memperbaiki kelemahan dan mempertahankan keberhasilan yang telah dicapai pada siklus pertama, maka pada pelaksanaan siklus kedua dapat dibuat perencanaan sebagai berikut.
1)            Memberikan motivasi kepada kelompok agar lebih aktif lagi dalam pembelajaran.
2)            Lebih intensif membimbing kelompok yang mengalami kesulitan.
3)            Membentuk kelompok baru berdasarkan hasil ulangan harian I.
4)            Memberi pengakuan atau penghargaan
2. Siklus Kedua (tiga pertemuan)
Seperti pada siklus pertama, siklus kedua ini juga terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
a. Perencanaan (Planning)
Planning pada siklus kedua berdasarkan replanning siklus pertama yaitu:
1)      Memberikan motivasi kepada kelompok agar lebih aktif lagi dalam pembelajaran.
2)      Lebih intensif membimbing kelompok yang mengalami kesulitan.
3)      Memberi pengakuan atau penghargaan.
4)      Mengumumkan kelompok kooperatif yang baru berdasarkan hasil ulangan harian I.
5)      Membuat perangkat pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS yang lebih mudah dipahami oleh siswa.
b. Pelaksanaan (Acting)
1)      Suasana pembelajaran sudah menarah kepada pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS. Tugas yang diberiken guru kepada kelompok dengan menggunakan lembar kerja akademik mapu dikerjakan dengan baik. Siswa dalam satu kelompok maupun antar kelompok yang salaing mengunjungi dan dikunjungi sudah menunjukkan saling membantu untuk menguasai materi yang telah diberikan melalui tanya jawab atau diskusi antarsesama anggota kelompok.
2)      Sebagian besar siswa merasa termotivasi untuk bertanya dan menanggapi suatu presentasi dari kelompok lain.
3)      Suasana pembelajaran yang efektif dan menyenangkan sudah mulai tercipta.
c. Observasi dan Evaluasi (Observation and Evaluation)
1)      Hasil observasi aktivitas siswa dalam PBM selama siklus kedua dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Perolehan Skor Aktivitas Siswa dalam PBM Siklus II
Kelompok
Skor Perolehan
Skor Ideal
Persentase
Keterangan
Statistika
12
16
75

Geometri
13
16
81

Aljabar
14
16
88

Aritmatika
13
16
81

Kalkulus
11
16
69
Terendah
Himpunan
13
16
81

Fungsi
12
16
75

Tabung
15
16
94
Tertinggi
Bola
13
16
81

Rerata
12,89
16
80,56


2)      Hasil observasi aktivitas guru dalam PBM pada siklus kedua mendapat rerata nilai perolehan 39 dari skor ideal 44 atau 88,64%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan.
3)      Hasil evaluasi siklus kedua penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran memiliki nilai rerata 84,92 atau 84,92%. Hal ini menunjukkan penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran tergolong baik.
4)      Hasil ulangan harian kedua mengalami peningkatan yang cukup berarti yakni rata-rata peningkatan 14,61 dengan nilai sebelumnya 70,31 atau 70,31% pada siklus pertama.

d. Refleksi (Reflcting)
Adapun keberhasilan yang diperoleh selama siklus kedua ini adalah sebagai berikut.
1)      Aktivitas siswa dalam PBM sudah mengarah ke pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS secara lebih baik. Siswa mampu membangun kerja sama dalam kelompok maupun dengan kelompok lain tempat dia bertamu maupun kelompok yang menerima tamu. Siswa mulai mampu berpartisipasi dalam kegiatan dan tepat waktu dalam melaksanakannya. Siswa mulai mampu mempresentasikan hasil kerja. Hal ini dapat dilihat dari data hasil observasi aktivitas siswa yang meningkat dari 63% pada siklus pertama menjadi 80,56% pada siklus kedua.
2)      Meningkatnya aktivitas siswa dalam PBM didukung meningkatnya aktivitas guru dalam mempertahankan dan meningkatkan suasana pembelajaran yang mengarah pada pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS. Guru intensif membimbing siswa, terutama saat mengalami kesulitan dalam PBM dapat dilihat dari hasil observasi aktivitas guru dalam PBM meningkat dari 64% pada siklus pertama menjadi 88,64% pada siklus kedua.
3)      Meningkatnya aktivitas siswa dalam melaksanakan evaluasi terhadap kemampuan siswa menguasai materi pembelajaran. Hal ini berdasarkan hasil evaluasi 70,31% pada siklus pertama meningkat menjadi 84,92% pada siklus kedua.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.      Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS dapat meningkatkan aktivitas proses belajar mengajar.
2.      Dari hasil observasi memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas siswa yang pada siklus pertama hanya rata-rata 63% menjadi 80,56% pada siklus kedua.
3.      Kemampuan dalam diskusi kelompok dan memberi dan menerima informasi dari tamu yang dating mengalami kemajuan yang sangat berarti. Hal ini dapat dilihat dari sudah mulai terbiasa dengan belajar dalam kelompok dan berinteraksi dengan anggota kelompok yang lain.
4.      Aktivitas siswa dalam kelompok memcapai kesempurnaan pada siklus kedua, hal ini dapat dilihat dari peningkatan aktivitas siswa mencapai 80,56%.
5.      Penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan rata-rata hasil ulangan harian I sebesar 70,31 menjadi 84,92 pada ulangan harian II.
6.      Melalui pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS, siswa membangun sendiri pengetahuan, menemukan langkah-langkah dalam penyelesaian dari suatu materi yang harus dikuasai oleh siswa, baik secara individu maupun kelompok.
7.      Dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS, pembelajaran matematika lebih menyenangkan.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto dkk., 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara
Djamarah., Syaiful B., dan Aswan. Z., 1994. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdiknas, 2006, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Hudoyo., Herman., 1998., Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.
Ibrahim dkk., 2000, Pembelajaran Kooepratif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Ishag, I., 2002., Mengajr Efektif. Pekanbaru: Universitas Riau Press.
Kagan, S., 1992, Cooperative Learning San Juan Capistrano, CA. Resources or Teacher, Ine.
Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning, Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT. Gramedia.
Nur, M., 2002, Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktifitas dalam Pengajaran. Bandung: Universitas Negeri Bandung.
Nursito., 2002., Peningkatan Prestasi Sekolah Menengah. Yogyakarta: Insan Cendikia.
Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Slavin, Robert., E. 2009. Cooperative Learning: Theory, Research and Practice. Allyn and Bacon: Boston
Sudjana, N., 1989, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya.


1 komentar:

  1. ngomongin tentang pendidikan saya juga punya sebuah situs pendidikan yg bikin giat belajar dan membuat belajar semakin menyenangkan.
    Untuk lingnya di www.gameforsmart.com

    dan juga jangan sampai ketinggalan buruan gabung dan ikuti kompetisi cerdas cermat online se-jawatimur2 yg di laksanakan pada bulan februari
    mendatang, kompetisi ini graaatiissss.....!
    tanpa di pungut biaya apapun... dan juga banyak hadiah menarik mulai dari uang jutaan rupiah dan lain sebagainya....

    untk info lebih lanjut bisa liat di website www.gameforsmart.com kami tunggu konfirmasinya...!!!

    BalasHapus