Halaman

Selasa

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI
TIDAK TERBIMBING (FREE INQUIRY) TERHADAP PENINGKATAN AKTIVITAS SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA
SMA NEGERI 5 PEKANBARU


1.Pendahuluan.
Tujuan pelajaran biologi adalah mengembangkan penguasaan konsep dan prinsip biologi dan kaitannya dengan Ilmu Pengetahuan Alam lainnya serta mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri. Salah satu materi yang dipandang esensial adalah konsep pertumbuhan dan perkembangan. Konsep ini mampu membangun kemampuan kognitif, afektif maupun psikomotor siswa untuk menyadari bahwa pertumbuhan dan perkembangan merupakan faktor yang terpenting di dalam proses kehidupan makhluk hidup.
Konsep pertumbuhan dan perkembangan menuntut siswa untuk dapat meneliti dan mengamati proses tersebut melalui temuan-temuannya dalam eksperimen. Namun kenyataannya guru selalu terjebak pada pembelajaran yang membosankan siswa, guru tidak begitu peduli apakah siswanya telah atau belum memperoleh pengalaman belajar yang bermakna. Seringkali guru melaksanakan pembelajaran secara tidak efektif, dimana guru menyajikan materi pembelajaran bertopang pada konsep yang tertera pada buku dan lembaran kerja siswa yang disusun secara turun menurun dari para guru sebelumnya dan dilanjutkan setiap tahun, boleh dikatakan lembaran kerja siswa tersebut hampir tidak mengalami perubahan pada isinya.
Agar belajar siswa lebih aktif guru harus memfasilitasi siswa agar mendapat informasi yang bermakna, seperti memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri (Guntur, 2004 : 3).
Rumusan Masalah
Untuk mengatasi kendala dalam pembelajaran, maka penulis mencari solusinya dengan menerapkan pendekatan dengan model pembelajaran Inkuiri Tidak Terbimbing (free inkuiri) untuk meningkatkan aktifitas belajar siswa.
Maka masalah dalam karya tulis ini dapat dirumuskan dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah pendekatan dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri tidak terbimbing dapat membangkitkan aktivitas siswa dalam memunculkan ide dan gagasannya pada konsep pertumbuhan dan perkembangan.
2. Apakah Inkuiri sains dapat menciptakan kegiatan siswa yang menantang sehingga melahirkan interaksi antara gagasan yang diyakini sebelumnya dengan sesuatu yang baru untuk mencapai pengalaman yang lebih saintifik melalui proses ekspolarasi untuk mencapai gagasan baru
Berdasarkan hal tersebut di atas diharapkan pembelajaran inkuiri tidak terbimbing dapat:
1. Menyadarkan siswa tentang proses penyelidikannya dan belajar tentang proses ilmiah secara langsung.
2. Pengembangan model ini diharapkan akan membantu siswa mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan yang diperlukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar keingintahuan siswa.
Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah:
1. Mengetahui peningkatan pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri tidak terbimbing.
2. Mengetahui pengembangan model pembelajaran yang membantu siswa mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan yang diperlukan siswa.
Manfaat Hasil Penelitian
1. Dapat digunakan siswa dalam meningkatkan pembelajaran IPA sehingga mampu membantu siswa mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan yang diperlukan siswa
2. Dapat menjadi alternatif pilihan bagi guru dalam memilih metode pada pembelajaran IPA sehingga pembelajaran dapat berhasil dengan baik.
1. Dapat menjadi masukan yang berharga bagi sekolah atau instansi pendidikan pada umumnya dalam rangka ikut andil dalam meningkatkan prestasi siswa dan mutu pendidikan.

METODE PENELITIAN
Untuk mencapai tujuan pendekatan dalam pembelajaran diperlukan adanya strategi belajar mengajar. Dalam arti umum strategi adalah suatu penataan potensi dan sumber daya agar efisiensi dalam memperoleh hasil sesuai rancangan lebih ditekankan pada aktivitas belajar siswa. .
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa aktivitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran untuk dapat berbuat dan merubah tingkah laku sehingga tujuan dalam pembelajaran itu tercapai. Kemudian siswa mampu mengolah data hasil pengamatan eksperimen dengan menggunakan metoda ilmiah yang dilandasi oleh sikap ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Sebagaimana Dewey dikutip Arief (1993) mengatakan bahwa belajar pada prinsipnya berbuat (aktif), berbuat untuk merubah tingkah laku atau melakukan kegiatan, sedangkan aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi pembelajaran.
Dari uraian di atas agar siswa mau berbuat (aktif) dalam belajar, maka diperlukan suatu strategi atau siasat yang tepat untuk melakukan pendekatan dengan model pembelajaran yang tepat pula. Dengan demikian akan tercipta suasana belajar yang lebih efektif yang diharapkan pendidikan sains yang dimaksud akan tercapai. Inilah alasan peneliti memilih pendekatan belajar mengajar dengan model inkuiri tidak terbimbing (free inquiry).
Model pembelajaran inkuri sesungguhnya adalah pendekatan pembelajaran yang membimbing siswa untuk belajar menemukan pengetahuan dengan melakukan kegiatan pencarian konsep, pemahaman dan keterampilan melalui usaha penemuan sendiri. Makmun (2004 : 232) menyatakan bahwa inkuiri memberikan kesempatan kepada siswa mencari pengalaman dengan teknik pemecahan masalah.
Menurut Hamalik (1990) menyatakan bahwa pengajaran berdasarkan inkuiri merupakan suatu strategi yang berpusat pada siswa (student centered), dimana kelompok-kelompok siswa dibawa kedalam suatu permasalahan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang digariskan secara jelas. Sebagaimana Amien (1987 : 127) bahwa siswa dapat dikatakan sedang melakukan kegiatan inkuiri apabila mereka merumuskan masalah sendiri, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan menyimpulkan. Untuk itu guru harus mempunyai strategi sendiri agar mampu mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan, membuat hipotesis, mengumpulkan data dan menyimpulkan dengan kemampuan sendiri.
Model pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang berusaha meletakkan dasar dan mengembangkan cara berpikir ilmiah. Pendekatan ini menempatkan siswa lebih banyak belajar sendiri. Ada 5 tahap yang ditempuh dalam melaksanakan model pembelajaran inkuiri yakni : (1) perumusan masalah untuk diselesaikan oleh siswa, (2) menetapkan jawaban sementara (hipotesis), (3) siswa mencari informasi, data, fakta yang diperlukan, (4) menarik kesimpulan jawaban dan (5) mengaplikasikan kesimpulan/generalisasi dalam situasi baru. Dari pernyataan ini jelas bahwa model pembelajaran inkuiri merupakan suatu proses untuk mengembangkan kemampuan intelektual siswa mulai dari kemampuan emosional maupun kemampuan keterampilan. Kemampuan intelektual siswa akan terlihat dari cara siswa merumuskan masalah dan membuat suatu hipotesa terhadap suatu permasalahan, kemampuan emosional terlihat dari cara siswa bekerja dalam kelompoknya, saling membagi tugas maupun pengetahuan, sedangkan kemampuan keterampilan terlihat dari cara siswa menggunakan alat-alat laboratorium dalam pelaksanaan eksperimen.
Model pembelajaran inkuiri tidak terbimbing pada prinsipnya sama dengan model pembelajaran inkuiri yang biasa dikenal, hanya saja model inkuiri tidak terbimbing lebih bersifat independent, artinya siswa diberi kebebasan untuk berbuat. Seperti yang dikemukan oleh Sun Trow Bridge (1973 : 68-71), membedakan model pendekatan inkuiri menjadi 2 macam, yaitu pendekatan inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) dan inkuiri tidak terbimbing (Free Inquiry). Dalam pendekatan inkuiri terbimbing guru mempunyai peranan lebih aktiv dalam menetapkan permasalahan dan tahap-tahap penyelesaiannya. Pada kegiatan model pembelajaran inkuiri terbimbing guru menetapkan jenis penyelidikan yang akan dilakukan siswa dan memberikan bimbingan secara aktiv siswa dalam pengumpulan data, analisis dan pengambilan kesimpulan, sedangkan model pembelajaran inkuiri tidak terbimbing siswa diberikan kesempatan menentukan jenis penyelidikan dan langkah-langkah yang ditempuh dalam penarikan kesimpulan. Dalam memberikan perhatian dan bantuan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan secara independen diperlukan cara yang terorganisir, yang diharapkan adalah agar siswa menanyakan mengapa peristiwa itu terjadi kemudian memperoleh dan mengolah data tersebut secara logis.
Merujuk pendapat Elkind (Setiono, 1983), siswa SMA yang rata-rata berusia 15-16 tahun sudah berada dalam tahap formal education. Pada usia ini anak sudah mampu menghimpun pikirannya sendiri menjadi suatu konsep, ia juga mampu menhimpun konsep orang lain.
Model pembelajaran inkuiri tidak terbimbing pada konsep pertumbuhan dan perkembangan diberikan karena konsep ini sudah diperoleh siswa dari tingkat sekolah menengah pertama, sehingga dengan model ini dapat membantu siswa untuk lebih aktiv merancang suatu eksperimen secara individu ataupun kelompok. Apalagi dalam model pembelajaran inkuiri tidak terbimbing, siswa diberi kebebasan untuk menentukan jenis penyelidikannya agar semua ketidaktahuannya terjawab dengan praktikum dari hasil pengamatan yang dilakukan.
Agar siswa benar-benar aktif memunculkan ide-ide dalam merancang suatu eksperimen maka pembelajaran secara inkuiri yang biasa dilakukan oleh guru tidak begitu mendukung. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa inkuiri yang biasa dilakukan oleh guru lebih menekankan kepada kehendak guru dibandingkan aktivitas siswa. Terbukti bahwa siswa hanya melakukan kegiatan sesuai dengan perintah/instruksi yang sudah disusun guru dalam suatu lembaran kerja siswa (LKS). Memang benar bahwa melalui langkah-langkah ini siswa dapat menemukan suatu konsep untuk keperluan belajarnya, tetapi ingat bahwa kegiatan ini membuat siswa seperti diperlakukan bagai robot yang mematuhi semua perintah guru secara kaku dan terbatas untuk pencapaian tujuan belajar yang lebih mementingkan ketercapaian target dari siguru, bukan pencapaian hasil belajar yang sesungguhnya, yaitu terjadinya perubahan pada tingkah laku siswa (dari tidak aktiv menjadi aktiv, dari aktiv menjadi lebih aktiv) sehingga mampu berkreativ menghasilkan penemuan baru.
Untuk pencapaian itulah diperlukan model pembelajaran inkuiri tidak terbimbing agar siswa sebagai anak manusia (bukan robot) dapat lebih aktiv berkreasi melakukan penyelidikan terhadap apa yang menjadi sasaran keingintahuan mereka. Banyak keuntungan yang diperoleh bagi guru, aktivitas-aktivitas siswa dalam merancang berbagai penyelidikan ini akan membuka wawasan dan cakrawala berpikir guru yang selama ini hanya secara turun temurun menggunakan LKS yang mereka buat bersama. Kata merancang sendiri tersirat arti bahwa siswa tidak dituntut untuk mengerjakan LKS buatan guru tetapi siswa dituntut untuk membuatnya sendiri. Maka model pembelajaran yang cocok untuk menghadapi permasalahan ini adalah dengan penerapan model pembelajaran inkuiri tidak terbimbing.
Dalam pembelajaran inkuri tidak terbimbing, siswa dimotivasi untuk merancang, mengumpulkan data, menjawab kesimpulan yang berhubungan dengan permasalahan pada konsep pertumbuhan dan perkembangan.
Salah satu proses yang dilalui dalam model pembelajaran inkuiri tidak terbimbing yaitu siswa dapat merumuskan masalah, guru mengarahkan siswa untuk membuat kalimat-kalimat yang didahului dengan kata tanya. Dalam pembelajaran inkuri pertanyaan yang produktif adalah pertanyaan keterampilan proses sains. Ada beberapa macam pertanyaan keterampilan proses sains, yaitu :
a. Pertanyaan keterampilan mengamati
b. Pertanyaan interprestasi
c. Pertanyaan prediksi
d. Pertanyaan klasifikasi
e. Pertanyaan aplikasi.
f. Pertanyaan perencanaan percobaaan
g. Pertanyaan komunikasi
h. Pertanyaan keterampilan. Nursadah( 2001 : 22-24)
.
Dalam proses pembelajaran inkuiri tidak terbimbing, jenis-jenis pertanyaan di atas diberikan kepada siswa untuk menghasilkan produk sains yang mereka tulis pada kertas kerja baik secara individu mapun kelompok. Siswa secara individu maupun kelompok akan menunjukkan aktivitas masing-masing untuk berlomba dalam menghasilkan produk sains terbaik melalui pertanyaan-pertanyaan yang mereka buat. Misalnya pada point ‘f’ pertanyaan perencanaan percobaan, masing-masing siswa akan membuat jenis pertanyaan yang berbeda sesuai dengan kemampuannya untuk memunculkan ide/gagasan percobaan apa yang akan mereka rancang untuk dituangkan ke dalam kerta kerja Dari jenis pertanyaan prediksi siswa secara individu atau kelompok diarahkan untuk membuat prediksi/dugaan awal terhadap gejala yang mereka amati, atau dikenal dengan istilah hipotesa. Kegiatan ini juga akan tercermin dari bagaimana siswa membuat laporan hasil percobaanyang mereka lakukan.
Dari pernyataan di atas jelas bahwa dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri tidak terbimbing siswa secara individu atau kelompok termotivasi untuk melakukan aktivitas masing-masing karena setiap mereka harus menghasilkan produk yang berbeda untuk dijadikan satu dalam laporan kerta kerja kelompok. Tidak akan ditemui siswa yang pasif karena dengan model pembelajaran ini minimal siswa sedikit harus berbuat (aktiv).Model pembelajaran inkuiri tidak terbimbing (free inkuiri) yang memberikan kebebasan kepada siswa untuk bereksplorasi dapat membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap konsep yang dipelajari. Keadaan ini sesuai dengan pendapat Piaget (1964) yang mengatakan bahwa proses belajar yang paling baik didapatkan dari aktivitas yang merupakan inisiatif sendiri.
Berdasarkan uraian dari berbagai penjelasan di atas jelaslah bahwa model pembelajaran inkuiri tidak terbimbing adalah proses pembelajaran yang menciptakan proses mental siswa dan mengembangkan seoptimal mungkin kemampuan siswa untuk beraktivitas mengungkapkan ide-ide, masalah dan kemampuan mencari solusi dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
A.Perencanaan
Pada penelitian ini ada dua instrumen yang digunakan yaitu : perangkat pembelajaran dan instrumen pengumpul data.
1. Perangkat pembelajaran terdiri dari :
- Silabus dan sistem penilaian.
- Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
- Lembar soal evaluasi.
2. Instrumen pengumpul data.
Instrumen yang digunakan untuk mengumpul data adalah : tes hasil belajar, lembaran observasi dan tabel jenis pertanyaan.
a. Tes hasil belajar : Bentuk soal terdiri dari soal pilihan ganda sebanyak 30 soal .
b. Lembaran observasi : Digunakan untuk mengamati berbagai aktivitas siswa didalam pembelajaran baik di kelas maupun eksperimen di laboratorium.
c. Angket / kuisioner : Digunakan untuk mengetahui seberapa besar respon / tanggapan siswa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri tidak terbimbing.
Peneltian ini dikelompokkan dalam 2 tahap, yaitu :
1. Tahap persiapan, meliputi kegiatan sebagai berikut :
a Studi kepustakaan yang mempelajari silabus untuk mengidentifikasi materi
yang tepat untuk dilakukan tindakan kelas.
b. Pembuatan program Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tentang
materi pertumbuhan dan perkembangan, serta konsep metabolisme yang
menggunakan model pembelajaran Free Inkuiry ( Inkuiry tidak
terbimbing).
c. Membagi siswa dalam kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4-5 orang
d. Menginformasikan kepada siswa tentang indikator-indikator yang akan
dibahas secara bersama-sama untuk setiap kelompok
d. Menetapkan indikator aktivitas siswa yang akan diamati dalam model
pembelajaran Free Inkuiry (inkuiry tidak terbimbing).
e. Menyiapkan format observasi guru untuk mengukur pelaksanaan tindakan
model pembelajaran Free Inkuiry dan lembar observasi siswa untuk
mengetahui aktivitas siswa.
f. Menyusun alat evaluasi yang bertujuan untuk mengukur peningkatan
kreativitas dan hasil belajar siswa.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dengan 2 siklus. Siklus pertama dilaksanakan 3 kali pertemuan yang dilakukan pada awal juli dan diikuti siklus kedua yang dilaksanakan 3 kali pertemuan. Dalam pelaksanaan tindakan, langkah-langkah yang dilakukan antara lain sebagai berikut :
a. Memberikan pengantar singkat tentang materi dan prosedur yang akan dilakukan.
b. Menginformasikan indikator pembelajaran kepada siswa dalam kelompok belajar .
c. Melalui bimbingan guru, masing-masing siswa bekerja secara individu pada kelompoknya untuk membuat suatu rangkaian pembelajaran yang berisikan daftar-daftar pertanyaan berdasarkan indikator maupun urutan kerja pada indikator yang membutuhkan eksperimen.
d. Siswa mencari informasi, data dan fakta yang diperlukan dengan membaca buku sumber dan pendukung lainnya yang relevan.
e. Memotivasi siswa agar bisa meningkatkan kreativitas, sehingga siswa lebih termotivasi dan terpacu menyelesaikan tugasnya dalam memunculkan ide-ide yang lebih baik dan bermakna dalam menyelesaikan kertas kerjanya.
f. Setelah siswa menyelesaikan kertas kerjanya, masing-masing siswa bersama anggota kelompoknya yang lain mendiskusikan ide-ide yang mereka munculkan untuk disatukan menjadi ide kelompok.
g. Setelah kertas kerja kelompok dihasilkan, masing-masing kelompok melakukan eksperimen dan menjawab pertanyaan yang diajukan pada kertas kerja.
h. Masing-masing kelompok menarik kesimpulan terhadap jawaban dari permasalahan eksperimen dan daftar pertanyaan.
i. Setiap kelompok mempersentasekan hasil kerjanya kelompoknya masing-masing, mulai dari urutan kerja, menjawab pertanyaan dan kesimpulan.
j. Dalam pelaksanaan pembelajaran guru dan kolaborator melakukan observasi sesuai dengan format yang ada.
Pengamatan dilakukan pada saat proses pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi. Observer juga dapat mendiskripsikan hasil pengamatannya selama pembelajaran berlangsung. Aspek yang diamati antara lain meliputi :
a. Situasi siswa dalam proses pembelajaran yang terdiri dari kegairahan siswa melakukan tugas yang diberikan, kondisi kelas yang tenang, pembagian tugas yang jelas dan bekerja sesuai dengan prosedur Free Inkuiry.
b. Aktivitas siswa mencari informasi materi yang telah ditetapkan oleh guru dalam proses pembelajaran yang terdiri dari ada atau tidaknya ide-ide yang muncul dari masing-masing anggota kelompok, kemampuan merumuskan masalah terhadap kasus pada indikator eksperimen yang diberikan dan kemampuan untuk menerik kesimpulan.
c. Hasil temuan siswa terhadap materi yang telah ditentukan sesuai dengan indikator.
d. Pencapaian kompetensi siswa di akhir pembelajaran
Seluruh hasil pengamatan yang telah direkam oleh observer akan dianalisa setelah satu siklus selesai. Hasil analisa akan digunakan untuk menentukan keberhasilan penerapan model pembelajaran free inkuiry untuk memperbaiki aktivitas siswa. Sebagai bahan acuan keberhasilan tindakan pada penelitian ini adalah :
a. Seluruh anggota kelompok bergairah dalam melaksanakan tugas yang diberikan dan penuh antusias.
b. Siswa membuat atau melaksanakan tugas yang telah ditetapkan guru > 75%.
c. Siswa mampu memunculkan ide-ide dalam kertas kerjanya serta menyelesaikan permasalahan > 75 %.
d. Sebagian besar siswa mampu merumuskan masalah dan menarik kesimpulan dari proses free inkuiry > 70 %.
e. Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran 80 %.
f. Penyelesaian tugas kelompok sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
g. Guru terampil melaksanakan model pembelajaran free inkuiry.
h. Hasil belajar siswa yang mencapai KKM ( nilai 70 ) 80 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah data kualitatif, yaitu :
1. Data aktivitas siswa yang dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi.
2. Data situasi belajar siswa selama tindakan yang dilakukan langsung melalui pengamatan guru dan kolaborator.
3. Semua hasil observasi berupa aktivitas, situasi pembelajaran dan hasil belajar siswa pada siklus I dibandingkan dengan hasil siklus ke 2.

Berdasarkan tindakan yang dilakukan dengan 2 kali siklus diperoleh data aktivitas siswa dan data situasi proses belajar mengajar siswa secara klasikal, sebagai berikut:

Tabel 1 : Hasil Observasi Aktivitas Siswa.
Aktivitas siswa Siklus 1 Siklus 2
Visual - Membaca buku/literatur
- Mengamati eksperimen
- Bekerja sesuai dengan urutan /
Langkah kerja.
- Mampu menggunakan alat/
Bahan. 25 orang (59,5%)
27 orang (64,3%)
22 orang (52.4%)

27 orang (64,3%) 35 orang (83,3%)

34 orang
Lisan (oral) - Mengemukakan pendapat
- Menjawab pertanyaan
- Merumuskan hipotesa
- Menarik kesimpulan 19 orang (45,2%)
23 orang (54,8%)
28 orang (66,7%)
24 orang (57,1%) 37 orang (88,1%)
33 orang (78,6%)
38 orang (90,1%)
35 orang (83,3%)
Mendengarkan 35 orang (83,0%) 35 orang (83,3%)
Menulis 28 orang (66,7%) 41 orang (97,6%)

Dari tabel aktivitas siswa di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadi peningkatan aktivitas siswa dari pelaksanaan tindakan pada siklus pertama dengan pelaksanaan tindakan pada siklus kedua. Pada siklus pertama hanya 25 orang (59,5%) siswa yang membaca buku literatur, sementara di siklus kedua meningkat menjadi 35 orang (83,3%). Begitu juga pada aktivitas mengemukakan pendapat, terdapat 19 orang siswa yang berani mengemukakan pendapatnya pada siklus 1, sementara pada siklus 2 terjadi peningkatan sebanyak 37 orang yang berani mengemukakan pendapat. Rata-rata untuk semua aktivitas mengalami peningkatan pada siklus ke 2, kecuali untuk aktivitas tertentu seperti aktivitas mengamati eksperimen dan menggunakan alat/bahan tidak dapat dilihat perubahannya karena pada siklus ke 2 indikator belajar yang diberikan kepada siswa tidak melakukan eksperimen.
Tabel 2. Situasi proses belajar mengajar secara klasikal
No Aktivitas yang diamati Siklus 1 Siklus 2
1. Kegairahan/semangat dalambelajar 33 orang (78,6%) 39 orang (92,9%)
2. Bekerja sesuai dengan tugas yang diberikan. 27 orang (64,3%) 35 orang (83,3%)

3. Keseriusan dalam mencari informasi 24 orang (57,1%) 36 orang (85,7%)
4. Antusias dalam menyelesaikan tugas 30 orang (71,4%) 31 orang (73,8%)
5. Bekerja sesuai dengan prosedur free inkuiry 26 orang (61,9%) 40 orang (95,2%)
6. Tepat waktu dalam menyelesaikan tugas. 20 orang (47,6%) 37 orang (88,1%)

Pada tabel situasi proses belajar mengajar secara klasikal diperoleh gambaran sebagai berikut : kegairahan/semangat siswa dalam belajar pada siklus 1 terdapat 33 orang (78,6%), pada siklus 2 trejadi peningkatan yaitu 39 orang ( 92,9%). Bekerja sesuai dengan tugas yang diberikan pada siklus 1 terdapat 27 orang, sedangkan siklus 2 terdapat 35 orang, begitu juga untuk kriteria keseriusan siswa dalam mencari informasi, terdapat 24 orang (57,1%) pada siklus 1 dan 36 orang ( 85,7%) pada siklus 2. Siswa juga mengalami peningkatan untuk tepat waktu di dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.

Akhir dari kedua siklus diadakan ulangan harian untuk mengukur ketuntasan siswa dalam belajar, hasil yang diperoleh seperti pada tabel berikut :
Tabel 3: Hasil Ulangan Harian Siswa
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Jumlah Siswa yang Mendapat Nilai > 70 Jumlah Siswa Yang Mendapat Nilai < 70

72
34 orang (80,95%)
8 orang ( 19,05%)


Berdasarkan hasil ulangan harian di atas lebih dari 80 % siswa mendapat nilai diatas KKM ( kriteria ketuntasan minimal ) , hanya 8 orang siswa ( 19,05% ) yang tidak mencapai KKM.
Setelah melaksanakan proses pembelajaran dengan model free inkuiri, guru menyebarkan angket untuk mengetahui bagaimana sikap/pendapat siswa tentang pembelajaran free inkuiri.
Angket yang disebarkan memiliki maksud untuk refleksi timbal-balik antara guru dan siswa terhadap penerapan model pembelajaran free inkuiri,
Tabel 4 : Sikap Siswa Terhadap Model Free Inkuiri.
No Respon/Sikap Siswa Persentase
1. Pembelajaran lebih menarik 90,48%
2. Dapat bertukar pendapat secara bebas 88, 10%
3. Mengetahui lebih banyak konsep 92,86%
4. Motivasi dan gairah belajar meningkat 95,12%
5. Konsep-konsep lebih cepat dipahami 92,86%
6. Belajar lebih bermakna 88,10%


Dari tabel di atas diperoleh hasil umpan balik siswa tentang penerapan model pembelajaran free inkuiri ( inkuiri tidak terbimbing ), menunjukkan 90,48% siswa merespon pembelajaran menarik, 88,10 % menjawab dapat bertukar pikiran secara bebas dan 92,86% merespon dapat mengetahui lebih banyak konsep/pengetahuan. .

SIMPULAN dan REKOMENDASI
Berdasarkan hasil temuan, analisis data dan pembahasan hasil penelitian dapat ditemukan kesimpulan sebagai berikut:
Model pembelajaran inkuiri tidak terbimbing dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa. Dengan model pembelajaran inkuiri tidak terbimbing siswa jauh lebih bersemangat dan termotivasi untuk belajar. Terlihat pada perbedaan hasil observasi siswa pada siklus I yaitu 33 orang (78,6%), sedangkan pada siklus ke 2 terdapat 39 orang (92,7%).Model pembelajaran inkuiri tidak terbimbing lebih menciptakan suasana yang konduksif
Dengan kesimpulan tersebut dapat direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Penggunaan model pembelajaran inkuiri tidak terbimbing dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, sehingga diharapkan para guru mau menggunakan model ini.
2. Bimbingan guru selama proses pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri tidak terbimbing dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Amien, Mohd. 1987, Mengajar Ilmu Pengetahuan Alam Dengan Menggunakan Metode Discovery dan Inquiry. Jakarta : Dep P dan K
Badan Standar Nasional Pendidikan.2006.Panduan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah.Jakarta
A. Tabrani Rusyan, Atang Kusdinar (1989). Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Karya
Dani, M. (2000). Pengaruh Pendekatan Kegiatan Laboratorium Inkuiri Terbimbing Terhadap Hasil Belajar, Tesis UPI
Dirjen Dikdasmen (2002). Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.
Dimyati, Mudjiono (1999). Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta
Elly, S.Pd, (2006), Meningkatkan Kreativitas Siswa Melalui Strategi Inkuiri di SMP Negeri 2 Kabupaten Kampar
Lungren, E.P. (1999). Pembelajaran Kooperatif, Jakarta
Maidiyah (1998), Metode Mengajar, Jakarta: Gramedia
Nina Soesanti. (2007). Studi Tentang Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided inquiry) dan Inkuiri Tidak Terbimbing (Free Inquiry) Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Struktur Pertumbuhan, Jurnal Pendidikan.

1 komentar: