Halaman

Kamis

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMA PADA KONSEP LISTRIK DINAMIS



MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS INKUIRI UNTUK
MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMA
PADA KONSEP LISTRIK DINAMIS

                                               
             

Abstrak
This study aims to determine the increase mastery of concepts and problem-solving abilities of students in learning the concept of dynamic electricity inkuiri model. Research methods used are quasi-experiments carried out in one of the high schools in Pekanbaru with the subject class X. The study focused on the mastery of concepts, problem solving, learning activities, and responses of students and teachers inkuiri-based learning model. Research data obtained through tests mastery of concepts and problem solving ability (pretes and postes), questionnaires and observation. Data processing done by t-test statistic for the mean difference. The results showed increasing mastery of the concept inkuiri grade higher than conventional classes, can be seen from N-gain of 0.60 for inkuiri class and 0.4 for the conventional classroom. Value of N-gain problem-solving ability is 0.61 and inkuiri class at 0:42 conventional classroom. Can be concluded that inkuiri-based learning model is better than conventional learning in terms of increasing the mastery of concepts and problem solving abilities of students. In addition, students in the learning activities is very good and students respond positively to the learning model. The results of questionnaires and responses indicate that students feel happy and want this learning model is applied also to other concepts.

Kata kuci: Inkuiri, penguasaan konsep, pemecahan masalah, listrik dinamis

A. Pendahuluan
            Permasalahan besar dalam proses pembelajaran saat ini adalah kurangnya usaha pengembangan  berpikir yang menuntun siswa untuk memecahkan suatu permasalahan. Proses ini lebih banyak mendorong siswa agar dapat menguasai materi pelajaran supaya  dapat menjawab semua soal ujian yang diberikan. Kenyataan menunjukkan siswa kurang aktif dalam kegiatan belajar. Siswa lebih banyak mendengar dan menulis apa yang diterangkan atau ditulis oleh guru di papan tulis. Berdasarkan hasil penelitian dari pusat kurikulum (dalam Kaswan, 2004), ternyata metode ceramah dengan guru menulis di papan tulis merupakan metode yang paling sering digunakan. Hal ini menyebabkan isi mata pelajaran fisika dianggap sebagai bahan hafalan, sehingga siswa tidak menguasai konsep.
          Konsep kelistrikan merupakan konsep yang cukup penting dalam kurikulum pembelajaran fisika. Namun kenyataannya, tidak sedikit siswa mengalami kesulitan terutama dalam mengaplikasikan listrik dinamis dalam berbagai permasalahan. Hal ini dikarenakan dalam pengajarannya di sekolah, siswa tidak dilibatkan secara langsung dalam menemukan hukum-hukum tersebut,  sehingga begitu siswa dihadapkan pada permasalahan yang membutuhkan analisis, siswa mengalami kesulitan untuk memecahkan dan mencari solusi mengapa sesuatu itu bisa terjadi. Sehubungan dengan itu Robert B, Sund (Hamalik 2004) mengatakan, penemuan terjadi apabila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Seorang siswa harus menggunakan segenap kemampuannya, dan bertindak sebagai seorang ilmuwan (scientist) yang melakukan eksperimen dan mampu melakukan proses mental berinkuiri yang digambarkan dengan tahapan-tahapan yang dilalui.
          Berdasarkan latar belakang dan beberapa pendapat di atas, penulis mengajukan sebuah penelitian  yang berjudul “Model Pembelajaran Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah pada Konsep Listrik dinamis”  

B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah  maka  permasalahan utama pada penelitian ini adalah: “Apakah model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah siswa pada konsep listrik dinamis ?”. Rumusan masalah ini dijabarkan menjadi pertanyaan - pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1.      Bagaimana penguasaan konsep siswa dengan penerapan model pembelajaran inkuiri?
2.      Bagaimana kemampuan pemecahan masalah siswa dengan penerapan pembelajaran inkuiri?
3.      Bagaimana aktivitas siwa dengan model pembelajaran inkuiri yang diterapkan ?
4.      Bagaimana tanggapan siswa terhadap model pembelajaran inkuiri yang diterapkan ?
5.      Bagaimana tanggapan guru terhadap model pembelajaran berbasis inkuiri yang diterapkan ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan penguasaan  konsep dan kemampuan pemecahan masalah pada konsep listrik dinamis.  Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1.            Memperoleh gambaran tentang terjadinya peningkatan penguasaan konsep setelah penerapan model pembelajaran inkuiri.
2.            Memperoleh gambaran tentang terjadinya peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa setelah penerapan model pembelajaran inkuiri.
3.            Mengungkap aktivitas siswa selama proses pembelajaran
4.            Mengungkap tanggapan siswa terhadap model pembelajaran inkuiri yang diterapkan
5.            Mengungkap pendapat guru terhadap model pembelajaran inkuiri yang diterapkan.

D.      Manfaat Penelitian     
       Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.            Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam bentuk   model pembelajaran listrik dinamis  yang dapat digunakan guru, sehingga siswa dapat mengembangkan aspek kemampuan dasar yang mencakup aspek kognitif dan psikomotorik.
2.            Model pembelajaran ini dapat menjadi pertimbangan bagi guru-guru fisika dalam upaya perbaikan PBM, karena model ini mengutamakan pembelajaran yang berpusat pada siswa, sebagai upaya meningkatkan penguasaan konsep dan pemecahan masalah siswa SMA.
6.            Bagi siswa diharapkan dengan model pembelajaran ini dapat memperoleh pengalaman berinkuiri dalam pembelajaran.
E.      Landasan Treori                      
         Listrik adalah salah satu konsep fisika yang abstrak bagi siswa, dia tak dapat dilihat, tapi menunjukkan efek yang jelas dalam kehidupan sehari-hari. Upaya untuk meningkatkan penguasaan konsep dan pemecahan masalah fisika khususnya listrik dinamis merupakan hal yang sangat mendesak untuk diperbaiki. Model pembelajaran yang diduga  dapat menjembatani permasalahan tersebut adalah model pembelajaran inkuiri. Model inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang menitikberatkan kepada aktifitas siswa dalam proses belajar. Pembelajaran dengan model inkuiri pertama kali dikembangkan oleh Richard Suchman tahun 1962 (Joyce, 2000). Ia menginginkan agar siswa bertanya mengapa suatu peristiwa terjadi, kemudian ia mengajarkan pada siswa mengenai prosedur dan menggunakan organisasi pengetahuan dan prinsip-prinsip umum. Siswa melakukan kegiatan, mengumpulkan dan menganalisa data, sampai akhirnya siswa menemukan jawaban dari pertanyaan itu.
          Model pembelajaran inkuiri yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah  model latihan inkuiri (inquiry training) yang dimodifikasi. Guru memberikan problem dan menyediakan bahan, alat-alat dan Lembaran Kegiatan Siswa (LKS) kemudian siswa diminta untuk memecahkan problem tersebut melalui pengamatan, eksplorasi melalui prosedur penelitian untuk memperoleh jawabannya. Siswa diberi kemerdekaan yang cukup luas untuk memecahkan problem tersebut (Amien, 1987). Pembelajaran dengan model ini mengikuti lima tahapan sesuai dengan apa yang ditulis Joyce, B.et.al (2000) yaitu:
  1. Tahapan pertama : Penyajian masalah atau menghadapkan siswa pada  
      permasalahan.
                      Pada tahap ini guru menyatakan situasi masalah dan menjelaskan
                              prosedur inkuiri kepada siswa
2. Tahapan kedua: Pengumpulan dan verifikasi data
    Tahap ini siswa mengumpulkan informasi tentang peristiwa yang  mereka
     lihat atau alami, dan membuktikannya
 3.  Tahap ketiga: Eksperimen dan mengumpulkan data
Pada tahap ini siswa melakukan eksperimen yang mempunyai dua fungsi yakni eksplorasi yang mengetes secara langsung, melihat apakah yang akan terjadi, tidak memerlukan suatu teori atau hipotesis, tetapi boleh menggunakan ide-ide untuk terjadinya suatu teori. Sedangkan tes langsung berlaku apabila siswa-siswa mencoba suatu teori atau hipotesis.
4. Tahap keempat: Merumuskan penjelasan
Pada tahap keempat ini guru mengajak siswa merumuskan penjelasan. Beberapa diantara siswa akan menemui kesulitan dalam mengemukakan informasi yang mereka peroleh, untuk memberikan uraian yang jelas. Mereka dapat memberikan penjelasan yang tidak mendetail
5. Tahap kelima: Mengadakan analisis tentang proses inkuiri
Pada tahap kelima siswa diminta untuk menganalisis pola-pola  penemuan mereka. Mereka boleh menentukan pertanyaan yang lebih efektif, pertanyaan yang produktif dan yang tidak, atau tipe informasi yang mereka butuhkan dan yang tidk diperoleh.

    Tujuan umum dari pembelajaran inkuiri adalah untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir intelektual dan keterampilan lainnya seperti mengajukan pertanyaan  dan keterampilan menemukan jawaban yang  berawal dari keingin tahuan mereka, sebagaimana yang diungkapkan oleh Joyce, B, et. al (2000): “ The general goal of inquiry training is to help students develop the intellectual discipline and skills necessary to raise questions and search out answers stemming from their curiosity
          Dalam pembelajaran dengan metode inkuiri, siswa terlibat secara mental maupun fisik untuk memecahkan permasalahan yang diberikan guru. Dengan demikian siswa akan terbiasa bersikap seperti sikap ilmuan sains yang teliti, tekun/ulet, objektif/jujur, menghormati pendapat orang lain dan kreatif.
          Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari pembelajaran dengan metode inkuiri ini, diantaranya seperti yang dikemukakan oleh Bruner (Amin, 1987) sebagai berikut:
1.      Siswa akan memahami konsep-konsep dasar dan ide-ide lebih baik
2.      Membantu dalam menggunakan daya ingat dan transfer pada situasi-situasi proses belajar yang baru
3.      Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri.
4.      Mendorong siswa untuk berpikir inisiatif dan merumuskan hipotesisnya sendiri.
5.      Memberikan kepuasan yang bersifat intrinsik
6.      Situasi proses belajar menjadi lebih merangsang

          Dalam pengajaran IPA (dalam hal ini fisika), pembelajaran melalui model seperti ini akan membawa dampak besar bagi perkembangan mental positif siswa, sebab melalui pengajaran ini siswa mempunyai kesempatan yang luas untuk mencari dan menemukan sendiri apa yang dibutuhkannya terutama dalam pembelajaran yang bersifat abstrak seperti topik listrik (Winataputra, dalam Kaswan, 2004).
          Kourilsky (Hamalik, 2004), menyatakan bahwa pengajaran berdasarkan inkuiri  berpusat pada siswa  dimana siswa dihadapkan ke dalam suatu masalah kemudian mencari jawaban melalui suatu prosedur yang digariskan  secara jelas dan struktural. Dengan menitikberatkan pada proses menemukan langsung oleh siswa, maka penguasaan konsep tentang listrik dinamis dapat ditingkatkan sehingga kemampuan pemecahan masalah siswa diharapkan juga dapat meningkat. Dengan keterlibatan langsung dalam proses pembelajaran diharapkan siswa memiliki kecakapan hidup (life skill). Dengan kecakapan-kecakapan tersebut ia bisa mengenal potensi diri, eksistensi diri, kecakapan berpikir baik menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan, yang kesemuanya bermuara pada kecakapan memecahkan masalah. (Depdiknas, 2004).
            Masalah  adalah situasi yang dialami seseorang sehingga apa yang dialaminya berbeda dengan apa yang secara ideal diinginkannya (Heylighen dalam Haryanto, 2006). Selanjutnya dikatakan bahwa sesorang yang mempunyai masalah bilamana ada pemisah antara keadaannya dengan apa yang diinginkannya dan dia tidak tahu bagaimana menghilangkan pemisah tersebut.
    Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia selalu dihadapkan dengan berbagai macam masalah, yang memerlukan kita untuk mencari jalan keluar dengan berbagai keterampilan dan kemampuan untuk memecahkannya. Russeffendi (Osarizalsyam, 2006) menyatakan bahwa pemecahan masalah  adalah pendekatan yang bersifat umum yang lebih mengutamakan proses dari pada hasil.
    Riset telah membuktikan mengenai proses pemecahan masalah. Gerace, J. W. et al (2005), mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah seorang siswa tidak hanya tergantung pada tingkat kematangannya tetapi juga ditentukan dari permasalahan yang mereka sendiri mengalaminya. Ia menyimpulkann bahwa kemampuan untuk memecahkan suatu masalah, tidak hanya ditentukan oleh pola pikir melainkan dipengaruhi oleh kerja atau pelatihan.
    Dengan demikian pembelajaran yang bernuansa pemecahan masalah harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu merangsang siswa untuk berfikir dan mendorong menggunakan pikirannya secara sadar untuk memecahkan masalah. Belajar pemecahan masalah pada hakekatnya  adalah belajar berpikir (learning to think) atau belajar bernalar (learning to reason), yaitu berpikir  atau bernalar mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya untuk memecahkan masalah-masalah baru yang belum pernah dijumpai
Ada beberapa ahli yang mengemukakan tentang strategi pemecahan masalah diantaranya Mettes (Arifin, 1984), menyatakan tahap-tahap dalam memecahkan masalah yaitu: tahap analisa, tahap perencanaan, tahap pemecahan masalah, tahap melakukan perhitungan, dan tahap pengecekan. Sedangkan Menurut Polya (Hudoyo, 1979) mengatakan bahwa pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan ke luar dari suatu kesulitan mencapai suatu tujuan  yang tidak begitu saja dengan serta-merta dapat dicapai. Selanjutnya ia mengatakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual yang sangat tinggi. Heller, et. al. (Huffman, 1997) mengatakan bahwa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah (problem solving)  yang dihadapi siswa dalam ilmu fisika dapat dilakukan dengan memberikan strategi bagaimana memecahkan masalah tersebut. Dalam penelitian ini strategi pemecahan masalah yang digunakan adalah strategi pemecahan masalah yang dikembangkan oleh Heler, et.al yang dikembangkan dengan beberapa tahapan.
Tahap-tahap pemecahan masalah yang dikembangkan oleh Heler, et.al (Huffman, 1997) mengacu pada lima tahapan meliputi:
1.      Memfokuskan masalah (focus the problem)
2.      Menguraikan secara konsep fisika (describe the physics)
3.      Merencanakan solusi (plan the solution)
4.      Melaksanakan rencana pemecahan masalah (execute the plan)
          5.   Memberikan evaluasi pada solusi (evaluate the solution)
           
F.         Metodologi Penelitian
            Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan disain pretes-postes menggunakan grup kontrol. Subjek penelitian adalah siswa kelas X sebanyak dua kelas. Satu kelas sebagai kelas eksperimen yang berjumlah 31 orang dengan pembelajaran inkuiri, sedangkan kelas lainnya berjumlah 32 orang dijadikan kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional.
          Instrumen penelitian ini terdiri dari tes untuk mengetahui penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah sebelum dan setelah implementasi model, angket untuk mengetahui respon siswa dan guru terhadap model yang diterapkan dan lembar observasi untuk mengetahui proses pembelajaran di kelas eksperimen.
          Untuk menjawab pertanyaan penelitian, data pretes dan postes kelas eksperimen dan kontrol diolah dengan menggunakan uji beda dua rerata dengan uji (Sudjana, 2002). Untuk mengetahui peningkatannya, dilakukan uji-t terhadap gain ternormalisasi (N-gain) dari skor pretes dan postes Hake (Cheng, et.al, 2004). Sebelum menggunakan uji-t, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data dengan uji chi kuadrat dan uji homogenitas data dengan uji F (Ruseffendi, 1998)

G.        Analisis Data dan Pembahasan     
1. Gambaran Umum Penguasaan Konsep
            Gambar 1 menyajikan grafik prosentase penguasaan konsep pada pretes, postes dan N-gain kelas kontrol dan kelas eksperimen. Pada kedua kelas tersebut, nilai rata postes naik dibandingkan nilai rata-rata pretes. Kelas eksperimen naik sebesar 85% dari 8,97 menjadi 16,56, sedangkan  kelas kontrol naik sebesar 58% dari 9,09 menjadi 14,34. Rata-rata prosentase N-gain kelas eksperimen 60% sedangkan kelas kontrol 40%. Dengan demikian kenaikan pada kelas eksperimen lebih besar  dibandingkan dengan kelas kontrol.                
Gambar 1.  Prosentase Penguasaan Konsep Siswa
 
 

2. Penguasaan Konsep Setiap Sub Konsep
            Untuk memperoleh gambaran penguasaan konsep setiap sub konsep, tabel 1 menyajikan prosentase jumlah siswa yang mampu dengan benar menjawab soal-soal yang mewakili tiap sub konsep. Rata-rata jumlah siswa kelas eksperimen yang menjawab benar adalah 79,8% sedangkan kelas kontrol 70,2%. Untuk kelas eksperimen sub konsep yang paling tinggi adalah penggunaan alat ukur (94,7%) dan terendah hukum Ohm (73,9%). Hal ini terjadi karena soal hukum Ohm diberikan dalam bentuk komplek dalam kehidupan sehari-hari.

      Tabel 1. Prosentase Jumlah Siswa yang Menjawab Benar Tiap Sub Konsep

No.
Sub Konsep
Jumlah Siswa (%)
Kontrol
Eksperimen
1
Pengunaan alat ukur
89,5
94,7
2
Hukum Ohm
72,9
73,9
3
Rangkaian hambatan
57,5
76,2
4
Hukum Kirchhoff
60,9
74,4
Total (Listrik Dinamis)
70,2
79,8

3. Peningkatan Penguasaan Konsep
            Untuk mengetahui perbedaan peningkatan penguasaan konsep antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, dilakukan uji-t terhadap data N-gain. Hasil perhitungan menunjukkan thit = 2,80 dan ttabel = 1,99 pada taraf kepercayaan 95% sehingga thit > ttabel, dengan demikian peningkatan penguasaan konsep listrik dinamis berbeda secara signifikan antara kelas eksperimen dengan pembelajaran inkuiri dan kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional. Dalam hal ini peningkatan kelas eksperimrn lebih baik dari kelas kontrol.

4. Kemampuan Pemecahan Masalah
            Gambar 2 menyajikan grafik prosentase kemampuan pemecahan masalah pada pretes, postes dan N-gain kelas kontrol dan kelas eksperimen. Pada kedua kelas tersebut, nilai rata postes naik dibandingkan nilai rata-rata pretes. Kelas kontrol naik sebesar 56% dari 28,59 menjadi 44,65, sedangkan  kelas eksperimen naik sebesar 87%  dari 30,45 menjadi 56,93. Rata-rata prosentase N-gain kelas eksperimen 61% sedangkan kelas kontrol 42%. Dengan demikian kenaikan pada kelas eksperimen lebih besar dibandingkan dengan kelas kontrol.
Gambar 2.  Prosentase Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
 
              

5. Analisis Indikator KemampuanPemecahan Masalah
            Untuk memperoleh gambaran prosentase jumlah siswa yang benar menjawab soal-soal yang mewakili tiap indikator dapat dilihat pada tabel 2. Rata-rata jumlah siswa kelas eksperimen yang menjawab benar adalah 83,7% sedangkan kelas kontrol 64,4%. Untuk kelas eksperimen indikator yang paling tinggi adalah fokus masalah (98,3%) dan terendah evaluasi (61,0%). Hal ini terjadi karena sebagian siswa tidak memberikan penekanan pada akhir jawaban dari rangkaian proses sebelumnya.

              Tabel 2. Prosentase Jumlah Siswa yang Menjawab Benar Tiap Indikator
No.
Indikator Pemecahan Masalah
Jumlah Siswa (%)
Kontrol
Eksperimen
1
Fokus masalah
87,5
98,3
2
Gambaran Fisika
75,0
97,6
3
Rencana Pemecahan
73,1
95,8
4
Eksekusi
50,4
65,9
5
Evaluasi
35,9
61,0
Total (Pemecahan Masalah)
64,4
83,7



6. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah
          Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, dilakukan uji-t terhadap data N-gain. Hasil perhitungan menunjukkan thit = 6,62 dan ttabel = 1,99 pada taraf kepercayaan 95% sehingga thit > ttabel, dengan demikian peningkatan kemampuan pemecahan masalah listrik dinamis berbeda secara signifikan antara kelas eksperimen dengan pembelajaran inkuiri dan kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional. Dalam hal ini peningkatan kelas eksperimrn lebih baik dari kelas kontrol.

7. Aktivitas Siswa Selama Proses Pembelajaran Inkuiri
          Tabel 3 memperlihatkan aktivitas siswa selama pembelajaran inkuiri. Aktivitas pada pembelajaran pada umumnya sangat baik, kecuali pada antusias dalam menjawab permasalahan dan mengerjakan LKS dan merangkai alat yaitu pada kategori baik. Hal ini dikarenakan dua indikator tersebut menggambarkan aktivitas secara kelompok, dan jumlah LKS hanya satu tiap kelompok.
                      Tabel 3. Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Inkuiri
         
No
Jenis Aktivitas  Siswa
Rata-Rata Nilai Aktivitas Siswa (%)
Rata-Rata (%)
Kategori
P 1
P2
P3
1
Antusias dalam menjawab permaslahan yang diberikan guru
85,4
80,2
88,5
84,7
Baik
2
Memperhatkan penjelasan tentang prosedur inkuiri dari guru
85,4
89,5
87,5
87,7
Sangat Baik
3
Mengerjakan LKS dan merangkai alat
80,2
83,3
80,2
82,2
Baik
4
Melakukan pengukuran besaran yang diminta
96,0
92,7
90,4
93,1
Sangat baik
5
Aktivitas mengemukakan ide, pendapat dan memberikan kesimpulan
88,0
86,4
85,4
86,6
Sangat baik

8. Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Inkuiri

          Tabel 4 menyajikan rekapitulasi data angket  tentang pembelajaran inkuiri Siswa merespon positif untuk seluruh aspek untuk penerapan model pembelajaran inkuiri listrik dinamis.  Seluruh siswa menginginkan model inkuiri pada konsep yang mempunyai karakteristik  sama dengan listrik dinamis.

          Tabel 4. Respon Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri
No.
Aspek
Prosentase
(%)
Interpre-tasi
1
Model inkuiri adalah model  pembelajaran yang baru
96,8
Positif
2
Siswa merasa senang dengan model inkuiri
84,4
Positif
3
Siswa senang dalam kegiatan kelompok inkuiri
78,1
Positif
4
Ketertarikan dan ingin mengulangi pada topik lain
100
Positif
Total (Rata-rata respon siswa)
89,8
Positif

Catatan: 0  -  50 : Negatif, 51  -  75 : Netral, 76  -  100 : Positif



9. Kemasan Guru Mengelola Pembelajaran Inkuiri
          Tabel 5 memberikan gambaran bahwa guru mengelola pembelajaran inkuiri sangat baik pada pendahuluan, penyajian masalah, pengumpulan dan verifikasi data, pengujian hipotesis, merumuskan penjelasan, dan menganalisa prosedur inkuiri. Pada akhir aspek yang diamati yaitu penutup guru dikategorikan baik. Hal ini terjadi karena guru kurang menyiasati pembagian waktu sehingga guru sering terlupa memberikan penekanan dan pekerjaan rumah sehubungan dengan konsep.

                     Tabel 5. Kemasan Guru Mengelola Pembelajaran Inkuiri
No.
Aspek yang Diamati
Skor Perolehan
Interpretasi
1
Tahap pendahuluan
4,00
baik sekali
2
Penyajian masalah
3,85
baik sekali
3
Pengumpulan danverifikasi data
3,66
baik sekali
4
Pengujian hipotesis
3,75
baik sekali
5
Merumuskan penjelasan
3,78
baik sekali
6
Menganalisa prosedur inkuiri
4,00
baik sekali
7
Penutup
3,45
Baik
Total (Rata-rata aspek pengamatan)
89,8
baik sekali

Keterangan:  Sangat Baik(3,50 - 4,0),Baik (3,0 - 3,49), Cukup (2,0 - 2,9), Kurang (0 – 1,99)

10. Tanggapan Guru terhadap Penerapan Model Inkuiri
          Tabel 6 menunjukkan bahwa semua aspek ditanggapi guru positif yang mengindikasikan pembelajaran inkuiri perlu sangat baik diterapkan.

   Tabel 6. Rekapitulasi Tanggapan Guru Terhadap Penerapan Pembelajaran Inkuiri
No
Aspek
Skor
rata-rata
Interpretasi
1
Ketertarikan terhadap model pembelajajaran
3,50
Positif
2.
Perlu tidaknya persiapan pemahaman guru dalam penerapan model pembelajaran
3,50
Positif
3
Perlu tidaknya pengamatan langsung
3,50
Positif

Catatan: 0  -  1,67: Negatif, 1,68  -  3,34: Netral, 3,35  -  5,00: Positif
         
H.        Kesimpulan dan Saran
          Berdasarkan hasil penelitian  dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Peningkatan penguasaan konsep siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri lebih baik dari pembelajaran konvensional, 2) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri lebih baik dari pembelajaran konvensional, 3) Dengan penerapan pembelajaran inkuiri siswa lebih aktif dan kreatif, 4) Respon siswa positif dengan penerapan pembelajaran inkuiri dan 5) Tanggapan guru positif untuk penerapan model pembelajaran inkuiri.

Daftar Pustaka
Cheng, K.K., et.al (2004). “Using Online Homework System Enhances Students’ Learning of Physics Concepts in an Introductory Physics Course”. American Journal of Physics. 72, (11), 1447-1453.
Depdiknas. (2004). Silabus Kurikulum 2004. Jakarta: Dirjen Dikdasmen Direktorat Menegah
Huffman, D. (1997). Effect of explicit problem solving instruction on high school students’ problem-solving performance and conceptual understanding of physics.  Journal of Research In Science Teaching Vol. 34, No. 6, Pp. 551–570 (1997).
Hamalik, O. (2004). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Sinar Grafika Offset
Joyce, B, Weil, M. & C. (2000). Model of Teaching. 6th Edition. New Jerseey: Prentice-Hall Inc.
Kaswan. (2004). Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa Melalui Kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri pada Pokok Bahasan Rangkaian Listrik arus Searah. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Ruseffendi, H.E.T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. IKIP Bandung Press,  Bandung
Sudjana, (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya


1 komentar:

  1. assalamu'alaikum mas cahyono... saya boleh ikut bertanya?? judul skripsi saya pengaruh model pembelajaran STAD terhadap hasil belajar kimia. apakah uji normalitas, homogenitas maupun uji-tnya boleh menggunakan data N-gain??? atau wajib menggunakan data pretes dan postes... terima kasih sebelumnya maaf...
    email saya zaky_islami@yahoo.com

    BalasHapus